BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, dapat diperoleh suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan standar
kompetensi profesional guru dalam pengembangan kurikulum?
2.
Apa yang dimaksud dengan konsep kurikulum?
3.
Apa saja komponen-komponen kurikulum?
1.3 Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut, dapat diperoleh tujuan sebagai berikut:
1.
Mengetahui maksud standar kompetensi
profesional guru dalam pengembangan kurikulum.
2.
Mengetahui maksud konsep kurikulum.
3.
Mengetahui komponen-komponen kurikulum.
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan tersebut, dapat
diperoleh manfaat dari makalah ini yakni sebagai berikut:
1.
Manfaat
Teoretis
Hasil makalah ini dapat memberikan kontribusi bagi bidang
Telaah Kurikulum Sekolah Dasar, khususnya mengenai materi standar kompetensi
profesional guru, konsep kurikulum dan komponen-komponen kurikulum.
2.
Manfaat
Praktis
a.
Bagi
Dosen
Hasil makalah ini dapat dijadikan materi pembelajaran khususnya dalam
bidang Telaah Kurikulum Sekolah Dasar.
b. Bagi
Mahasiswa
Mahasiswa mendapat ilmu baru mengenai materi standar kompetensi profesional guru, konsep
kurikulum dan komponen-komponen kurikulum melalui metode penulisan yang diharapkan akan lebih efektif dibandingkan
dengan mendapatkan ilmu dari pengajaran di kelas maupun sumber informasi
lainnya.
c.
Bagi
Pembaca
Hasil makalah dapat menambah wawasan bagi pembaca serta dapat dijadikan
referensi dalam bidang kajian Telaah Kurikulum Sekolah
Dasar terutama mengenai standar kompetensi profesional guru, konsep
kurikulum dan komponen-komponen kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Standar Kompetensi Profesional Guru
dalam Pengembangan Kurikulum
A.
Pengertian Kompetensi
Kompetensi guru menurut Undang-Undang
Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, disebutkan bahwa kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dikuasai dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya.
W. Robert Housten mendefinisikan
kompetensi dengan “competence ordinarilyis defined as adequacly for a as
possesi on of require knowledge, skill and abilities” (suatu tugas yang
memadai atau pemilikan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dituntut
oleh jabatan seseorang. Definisi tersebut mengandung arti bahwa calon pendidik
perlu memersiapkan diri untuk mengusai sejumlah pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan khusus yang terkait dengan profesi keguruannya agar ia dapat
menjalankan tugasnya dengan baik serta dapat memenuhi keinginan dan harapan
peserta didiknya.
McLeod (1990) mendefinisikan kompetensi
sebagai perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipernyaratkan sesuai
dengan kondisi yang diharapkan. Usman (1994) mengemukakan kompetensi berarti
suatu hal yang menggambarkan kulifikasi atau kemampuan seseorang baik dalam
kualitatif maupun kuantitatif.
Kompetensi merupakan deskripsi tentang apa
yang dapat dilakukan seseorang dalam bekerja, serta apa wujud dari pekerjaan
tersebut yang dapat dilihat. Untuk dapat melakukan suatu pekerjaan, seseorang
harus memiliki kemampuan dalam bentuk pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang
relevan dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi diatas,
Pada dasarnya, kompetensi diartikan sebagai kemampuan atau kecakapan.
Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang harus
dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan,
perilaku maupun hasil yang dapat ditunjukan dalam proses belajar mengajar.
B.
Macam-macam Kompetensi Guru
Kompetensi dasar (basic competency)
bagi pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan
kecenderungan yang dimilikinya hal tersebut karena potensi itu merupkan tempat
dan bahan untuk memproses semua pandangan sebagai bahan untuk menjawab semua
ransangan yang datang darinya. Potensi dasar ini adalah milik individu sebagai
hasil dari proses yang tumbuh karena adanya anugrah dan inayah dari Allah swt.
Pendidik profesional harus memiliki
kompetensi-kompetensi yang lengkap meliputi:
1. Penguasaan materi pembelajaran yang
komprehensif serta wawasan dan bahan pengayaan terutama dalam bidang-bidang
yang menjadi tugasnya.
2. Penguasaan strategi mencakup
pendekatan, metode dan teknik pembelajaran termasuk kemampuan evaluasinya.
3. Penguasaan ilmu dan wawasan pendidikan.
4. Memahami prinsip-prinsip
dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengembangan
pendidikan di masa depan.
5. Memiliki kepekaan
terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung yang mendukung
kepentingan tugasnya.
Pada UUDG pasal 10 ayat 1 yang menyebutkan
kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi:
1. Kompetensi
Pedagogik
Yaitu kemampuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Dijelaskan secara
rinci dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 tahun 2008 tentang guru, pasal 3
ayat (4) “kompetensi pedagogik merupakan kemampuan para guru dalam pengelolaan
pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: (1) pemahaman
wawasan atau landasan kependidikan, (2) pemahaman terhadap peserta didik, (3)
pengembangan kurikulum atau silabus, (4) perancangan pembelajaran, (5)
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (6) evaluasi hasil
belajar, (7) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi
Kepribadian
Yaitu kemampuan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa menjadi teladan
bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Dijelaskan secara rinci dalam Peraturan
Pemerintah nomor 74 tahun 2008 bab 2 pasal 3 bahwa kompetensi kepribadian guru
sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang beriman dan bertaqwa, berakhlak
mulia, arif dan bijaksana demokratif, mantap, jujur, sportif, menjadi teladan
bagi peserta didik dan masyarakat secra objektif mengevaluasi kinerja
sendiridan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
3.
Kompetensi Sosial
Yaitu kemampuan
guru untuk berkomunikasi dan berintraksi secara efektif dan efisien dengan
peserta didik, sesama guru, orang tua atau wali peserta didik dan masyarakat
luas. Hal tersebut diuraikan lebih lanjut kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk: (1) berkomunikasi
secara lisan, tulisan dan isyarat, (2) menggunakan teknologi, komunikasi dan
infomasi secara fungsional, (3) bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, (4)
bergaul secara santun dengan masyarakat.
4. Kompetensi Profesional
Yaitu kemampuan
guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
diterapkan dalam standar nasional pendidikan. Dijelaskan secara rinci data PP
nomor 74 tahun 2008 bahwa kompetensi profesional guru merupakan kemampuan guru
dalam mengusai pengetahuan, teknologi dan seni budaya yang diampunya meliputi,
(1) menguasai materi secara luas sesuai dengan satuan pendidikan mata pelajaran
yang akan diampu, (2) menguasai konsep dan metode disiplin pengetahuan
teknologi sesuai dengan satuan pendidikan mata pelajaran yang diampu.
Keempat bidang
kompetensi diatas tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling berhubungan dan
saling memengaruhi satu sama lain dan memunyai hierarkis, artinya saling
mendasari satu sama lainnya kompetensi yang satu mendasari kompetensi yang
lainnya.
C.
Hubungan Kompetensi dengan Profesionalisme
Uraian ini menunjukan adanya titik temu antara
kompetensi dan profesionalisme. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat
melaksanakan tugasnya secara profesional. Secara lebih terperinci,
bentuk-bentuk kompetensi dan profesionalisme seorang guru adalah:
1. Menguasai bahan bidang
studi dalam kurikulum maupun bahan pengayaan/ penunjang bidang studi.
2. Mengelola program belajar-mengajar yang
meliputi:
a. Merumuskan
tujuan intraksional
b.
Mengenal dan dapat menggunakan prosedur intraksional yang tepat
c. Melaksanakan
program belajar-mengajar
d.
Mengenal kemampuan anak didik.
3. Mengelola kelas, meliputi:
a. Mengatur
tata ruang kelas untuk pelajaran,
b.
Menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi.
4. Pengunaan
media atau sumber, meliputi:
a. Mengenal,
memilih dan menggunakan media,
b.
Membuat alat bantu pelajaran yang sederhana
c. Menggunakan
pustakaan dalam proses belajar-mengajar,
d.
Menggunkan Micro Theaching untuk unit program pengenalan lapangan.
5. Mengusai
landasan-landasan pendidikan.
6. Mengelola
interaksi-interaksi belajar-mengajar.
7. Menilai
prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.
8. Mengenal
dan menyelenggarakan fungsi layanan dan program bimbingan dan penyuluhan.
9. Mengenal
dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
10.
Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna
keperluan pengajaran.
D.
Kompetensi Penunjung
1.
Keahlian Menulis
Kemampuan
menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan merupakan repsentasi dari kualitas
inteletual, karena karya tulis seorang guru mengekspresikan pikirannya. Guru
yang pandai menulis dan menuangkan gagasannya dalam bentuk karya tulis dapat
dipastikan ia banyak membaca, berdiskusi dan melakukan pengamatan terhadap
lingkungan sekitar.
Bagi guru,
ketrampilan menulis merupakan keahlian yang tidak dapat dipisahkan dari tugas
pokonya sebagai pendidik. Tuntutan bahwa ia harus selalu meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan serta diperkuat oleh adanya perhitungan angka
kredit poin untuk kenaikan jabatan membuatnya harus selalu mempu dan rajin
menulis.
2.
Keahlian Meniliti
Tugas dan
kewajiban guru selain sebagai pendidik juga sebagai peneliti. Penelitian yang
dikembangkan diupayakan untuk memerbaiki pembelajaran, meneliti model-model
pembelajaran, meneliti kemjuan belajar siswa dan lain-lain. Penelitian yang
dilakukan guru tidak terpisah adanya peran ganda, yaitu selain ia mampu
melakukan penelitian yang terpercaya, ia juga harus mampu memanfaatkan hasil
penelitian itu untuk pembelajaran siswanya di kelas.
Guru sebagai
peneliti dalam konteks penelitian yang fungsional, terkait dengan kebutuhan
pengembangan profesinya sebagai pendidik. Cara yang paling ideal dan sesuai
dengan tuntutan penelitian itu adalah penelitian tindakan (action research)
yang terpadu dengan proses pembelajaran yang biasa ia lakukan sehari-hari.
Dengan cara demikian, guru dapat mengumpulkan data dan menganalisisnya secara
cermat, seehingga asumsi keefektifan atau kekurangefektifan proses pembelajaran
dapat dikaji secara valid.
3.
Keahlian Berbahasa Asing
Keahlian berbahasa
sebenarnya berlaku sebagai prasyarat yang harus dimiliki setiap guru. Keahlian
cukup berpengaruh terhadap kemampuan guru dalam mengakses informasi yang secara
langsung ditulis dalam bahasa asing, baik di Internet maupun di perpustakaan.
Dalam lingkup kepentingan penguasaan bahasa di lingkungan sekolah, penguasaan
bahasa asing merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi. Idealnya guru
mengusai secara fasih bahasa tersebut.
4.
Mendorong Siswa Mau Membaca
Guru sebagai orang
yang bergau setiap hari secara langsung dengan siswa, juga turut bertanggung
jawab dalam mengembangkan tradisi membaca para siswanya, baik melalui kebiasaan
membaca di perpustakaan maupun di luar perpustakaan. Kebiasaan membaca dimana
saja hanya akan terjadi apabila guru turut memberikan contoh bahwa membaca
adalah kegiatan yang menyenangkan, bahkan ketika para siswa tidak sedang di
luar kelas, tradisi membaca adalah sesuatu yang tidak boleh ditinggalkan.
Karena, membaca di waktu luang adalah aktivitas yang membebaskan sekaligus
memerdekakan pikiran bagi guru maupun siswa. Dalam hal ini, guru dapat
merangsang minat baca siswa melalui tugas yang memotivasi siswa untuk membaca
dan mengakses perpustakaan.
2.2 Konsep Kurikulum
Istilah
kurikulum telah menjadi istilah lazim dunia pendidikan dalam bahasa Indonesia.
Secara etimologis atau asal kata, istilah ini merupakan serapan dari bahasa
Yunani. Yang awalnya digunakan untuk dalam dunia olah raga, berasal dari
kata “curir“ artinya pelari . Sementara “curere“ artinya ditempuh
atau berpacu. Yaitu jarak yang
harus ditempuh oleh seorang pelari. Kurikulum menurut Undang-Undang No. 20
Tahun 2003.
Menurut
UU no. 20 tahun 2003, kurikulum adalah “Seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”. (Bab I Pasal 1 ayat 19).
Konsep kurikulum sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yakni kumpulan
beberapa mata pelajaran yang harus disampaikan oleh guru dan dipelajari oleh
siswa.
Mendasarkan
pada makna yang terkandung dari beberapa uraian diatas, kurikulum sebagai program pendidikan harus mencakup : (1)
Sejumlah mata pelajaran atau organisasi pengetahuan; (2) pengalaman
belajar atau kegiatan
belajar; (3) program
belajar (plan for learning)
untuk siswa; (4) hasil
belajar yang diharapkan.
Dari rumusan tersebut, kurikulum diartikan sebagai
program dan pengalaman
belajar serta hasil-hasil
belajar yang diharapkan. Rumusan ini juga mengandaikan
bahwa kurikulum diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun
secara sistematis yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan pribadi dan kompetensi sosial
siswa.
Seiring
dengan perubahan zaman, pengertian kurikulum berubah. Pandangan lama,
atau sering juga
disebut pandangan tradisional,
merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh murid untuk
memperoleh ijazah. Pengertian
tadi mempunyai implikasi sebagai
berikut: (1) kurikulum
terdiri atas sejumlah
mata pelajaran; (2) mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau
pengetahuan, sehingga penyampaian mata
pelajaran pada siswa
akan membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan
berpikir; (3) mata pelajaran
menggambarkan kebudayaan masa
lampau; (4) tujuan mempelajari mata
pelajaran adalah untuk
memperoleh ijazah; (5) adanya aspek keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari mata
pelajaran yang sama; (6)
sistem penyampaian yang
digunakan oleh guru
adalah sistem penuangan
(imposisi). Intinya, ruang lingkup kurikulum adalah berkisar pada rencana
pembelajaran.
Berdasarkan
definisi para ahli, berikut adalah beberapa definisi kurikulum yang
mencerminkan perkembangan dari zaman ke zaman per definisi kurikulum.
Definisi
Kurikulum
1.
Definisi Kurikulum Menurut Murray Print (1993)
a.
Kurikulum Sebagai Suatu Program Kegiatan Yang Terencana.
Berdasarkan
pandangan komprehensif terhadap setiap kegiatan yang direncanakan untuk dialami
seluruh siswa, kurikulum berupaya menggabungkan ruang lingkup, rangkaian,
interpretasi, keseimbangan subject matter, teknik mengajar, dal lain-lain yang
dapat direncanakan sebelumnya (Saylor, Alexander, dan Lewis, 1986).
b.
Kurikulum sebagai Hasil Belajar yang Diharapkan
Kajian
ini menekankan perubahan cara pandang kurikulum, dari kurikulum sebagai alat
(means) menjadi kurikulum sebagai tujuan atau akhir yang akan dicapai (ends).
c.
Kurikulum sebagai Reproduksi Kultural (Cultural Reproduction)
Pengembangan
kurikulum semacam ini dimaksudkan untuk meneruskan nilai-nilai kultural kepada
generasi penerus, melalui lembaga penerus.
d.
Kurikulum sebagai Curere
Pandangan
yang menekankan pada bentuk kata kerja kuikulum itu sendiri, yaitu curere.
Sebagai pengganti interpretasi dari etimologi arena pacu atau lomba (race
course) kurikulum, curere merujuk pada jalannya lomba dan menekankan
masing-masing kapasitas individu untuk mengkonseptualisasi otobiografinya
sendiri.
Masing-masing
individu berusaha menemukan pengertian (meaning) ditengah-tengah berbagai
peristiwa terakhir yang dialaminya, kemudian bergerak secara historis ke dalam
pengalamannya sendiri di masa lampau untuk memulihkan dan membentuk kembali
pengalaman semula (to recover and reconstitute the origins), serta membayangkan
dan menciptakan berbagai arah yang saling bergantung dengan subdivisi-subdivisi
pendidikan lainnya.
2.
Definisi Kurikulum Menurut Beane, etc (1991)
Kurikulum
yakni bahwa konsep kurikulum dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis
pengertian yang meliputi:
a.
Kurikulum sebagai produk
Merupakan
hasil perencanaan, pengembangan, dan perekayasaan kurikulum.
b.
Kurikulum sebagai program
Secara
esensial merupakan kurikulum yang berbentuk program-program pembelajaran secara
riil.
c.
Kurikulum sebagai hasil belajar yang ingin dicapai oleh para siswa
Mendeskripsikan
kurikulum sebagai pengetahuan, keterampilan, perilaku, sikap dan berbagai
bentuk pemahaman thd. mata pelajaran.
d.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Menempatkan
pengalaman belajar sebagai hal yang sangat penting dalam pembelajaran.
3.
Definisi Kurikulum Menurut John Dewey
John
Dewey (1902) sudah sejak lama telah menggunakan istilah kurikulum dan
hubungannya dengan anak didik. Dewey menegaskan bahwa kurikulum dan anak didik
merupakan dua hal yang berbeda tetapi kedua-duanya adalah proses tunggal dalam
bidang pendidikan. Kurikulum merupakan suatu rekonstruksi berkelanjutan yang
memaparkan pengalaman belajar anak didik melalui suatu susunan pengetahuan yang
terorganisir dengan baik yang biasanya disebut kurikulum.
4.
Definisi Kurikulum Menurut Hilda Taba
“A
curriculum usually contains a statement of aims and of specific objectives; it
indicates some selection and organization of content; it either implies or
manifests certain patterns of learning and teaching, whether because the
objectives demand them or because the content organization requires them.
Finally, it includes a program of evaluation of the outcomes”. Pengertian
kurikulum menurut Hilda Taba menekankan pada tujuan suatu statemen,
tujuan-tujuan khusus, memilih dan mengorganisir suatu isi, implikasi dalam pola
pembelajaran dan adanya evaluasi.
5.
Definisi Kurikulum Menurut Orlosky and Smith
Kurikulum
adalah bagian dari program sekolah. Kurikulum berisi apa yang diharapkan pada
siswa dalam pembelajaran.
6.
Definisi Kurikulum Menurut Inlow (1966)
Kurikulum
adalah usaha menyeluruh yang dirancang oleh pihak sekolah untuk membimbing
murid memperoleh hasil pembelajaran yang sudah ditentukan.
7.
Definisi Kurikulum Menurut Kerr, J. F (1968)
Kurikulum
adalah semua pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan secara individu
ataupun secara kelompok, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
8.
Definisi Kurikulum Menurut Beauchamp (1968)
Kurikulum
adalah dokumen tertulis yang mengandung isi mata pelajaran yang diajar kepada
peserta didik melalui berbagai mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan
masalah dalam kehidupan sehari-hari.
1)
Pengertian dan Konsep
Kurikulum Dalam Pendidikan
Pengertian dan konsep kurikulum Dalam pandangan
John Dewey, kurikulum merupakan rekonstruksi yang berkelanjutan. Dimulai dari
pengalaman yang dimiliki murid kemudian direpresentasikan dalam pelajaran.
Berdasar wawasan Dewey, bisa ditarik kesimpulan bahwa rujukan utama penyusunan
kurikulum adalah berakar dari pengalaman masing-masing siswa. Pendapat John
Dewey ini juga diamini oleh beberapa pakar hingga tahun 1957. Hampir semua
pakar kurikulum sepakat bahwa sumber kurikulum adalah pada pengalaman siswa.
Pandangan baru mengenai kurikulum terliat dari
pendapat Ronald C. Doll (1974) yang menyatakan bahwa ruang lingkup kurikulum
semakin luas. Termasuk dalam hal isi dan proses kurikulum yang semakin melebar,
pemaknaan tentang pengalaman siswa juga ikut melebar, yaitu mencakup pengalaman
di sekolah, di rumah, atauapun di masyarakat. [6]
Berbeda dan lebih jauh daru ahlu di atas, Zais
memberikan pandanganya tentang ruang lingkup kurikulum. Bahwa kurikulum
mencakup dua hal. Yaitu materi pembelajaran dan prosedur dalam proses
pembelajaran. Sehingga kurikulum sudah dianggap memiliki kedudukan sentral
dalam proses pembelajaran.
Konsep kurikulum dalam arti luas atau modern
tidak hanya mencakup tentang rencana pembelajaran saja. Akan tetapi juga
mencakup tentang segala sesuatu yang nyata yang terjadi dalam proses pendidikan
di sekolah, baik di dalam ataupun di luar kelas. Maka kurikulum bisa diartikan
juga sebagai entitas pendidikan yang mengatur tentang kegiatan intrakulikuler
dan ekstrakulikuler.
Pengertian-pengertian dan gagasan-gagasan baru
tentang kurikulum akan selalu muncul seiring perkembangan zaman. Teori-teori
baru akan muncul karena manusia pemikir pendidikan memang tidak akan pernah
merasa puas pada satu hakikat saja.Para ahli-ahli baru dalam bidang pendidikan
akan muncul dan membawa serta teor-teori baru pendidikan.
Secara konseptual kurikulum secara garis besar
mempunyai tiga ranah, yaitu:kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai
sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi.
Pertama, kurikulum sebagai substansi, yaitu
kurikulum dipandang sebagai rencana pendidikan di sekolah atau sebagai suatu
perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum digambarkan sebagai
dokumen tertulis yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan
belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi yang telah disepakati dan di setujui
bersama oleh para penyusun kurikulum dan pemangku kebijaksanaan dengan
masyarakat.
Kedua, kurikulum sebagai sistem, yaitu sistem
kurikulum merupakan bagian dari sistem sekolah, sistem pendidikan, dan sistem masyarakat.
Hasil dari sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum. Kurikulum
sebagai sistem mempunyai fungsi bagaiamana cara memelihara kurikulum agar tetap
berjalan dinamis.
Ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi,
kurikulum disisni berfungsi sebagai suatu disiplin yang dikaji di lembaga
pendidikan seperti perguruan tinggi. Tujuan kurikulum sebagai suatu bidang
studi adalah untuk mengembangkan ilmu kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka
yang mendalami bidang kurikulum mempelajari tentang konsep dasar kurikulum,
mereka juga melakukan kegiatan penelitian dan percobaan guna menemukan hal-hal
baru yang dapat memperkuat dan memperkaya bidang studi kurikulum.
2. Fungsi Kurikulum
Menurut Nurgiantoro (1988 : 45-46), bahwa
kurikulum mempunyai fungsi tiga hal. Pertama, fungsi kurikulum bagi sekolah
terdiri dari alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Kurikulum
juga dapat dijadikan pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan yang
dilaksanakan disekolah. Misalnya, bidang studi, alokasi waktu, pokok bahasan,
serta termasukstrategi pembelajarannya.
Kedua, kurikulum dapat mengontrol dan
memelihara keseimbangan proses pendidikan. Dengan mengetahui kurikulum sekolah
pada tingkat tertentu, maka kurikulum pada tingkat atasnya dapat mengadakan penyesuaian,sehingga
tidak terjadi pengulangan kegiatan pengajaran sebelumnya. Fungsi lain kurikulum
juga dapat menyiapkan tenaga pengajar, dengan cara mengetahui kurikulum pada
tingkat di bawahnya.
Ketiga, kurikulum dimaksud untuk menyiapkan
kebutuhan masyarakat atau lapangan kerja, sehingga kurikulum mencerminkan
hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat. Karena itu lulusan sekolah paling
tidak dapat memenuhi kebutuhan lapangan pekerjaan (vokasional) di satu sisi,
dan dipersiapkan untuk melanjutkan ke jenjang sekolah berikutnya (akademis)
disisi lain.
3.Tujuan
Kurikulum
Tujuan adalah komponen kurikulum yang sering
dianggap komponen pertama dalam menyusun kurikulum karena tujuan akan mengarah
penyusunan komponen-komponen kurikulum lainnya. Tetapi kenyataan lain
menunjukkan bahwa banyak para guru atau penyusun kurikulum yang kurang
menyadari ada dan pentingnya peranan tujuan. Mereka sering tidak menghiraukan
komponen tujuan dan tidak pernah merumuskannya.
Bila sudah ada tujuan dalam buku kurikulum,
sering-sering rumusannya terlalu umum dan kurang jelas. Masalah pokok dan
paling sukar sehubungan dengan komponen tujuan, yakni bagaimana menerjemahkan
tujuan pendidikan yang sangat umum menjadi tujuan bersifat khusus dan
operasional, artinya tujuan yang benar-benar dapat dicapai oleh murid-murid di
dalam proses belajar dalam kelas.
Untuk memahami asal mula atau bagaimana
tersusunnya tujuan kurikulum dari suatu sekolah (lembaga pendidikan) perlu
diketahui tentang sumber-sumber yang membantu. Sumber-sumber tersebut adalah
berupa dasar-dasar kurikulum yakni filsafat dan tujuan pendidikan, psikologi
belajar, faktor anak dan masyarakat. Pertama, misalnya kita akan menuliskan
tujuan kurikulum Sekolah Menengah Pertama di Indonesia, maka tujuan tersebut
harus sesuai sejalan dan sesumber pada tujuan umum pendidikan di Indonesia.
Agar dapat memahami sifat dan kedudukan tujuan
kurikulum suatu sekolah, perlu diketahui adanya hirarki tujuan pendidikan.
Hirarki tujuan pendidikan yang kita kenal, di Indonesia yaitu sebagai berikut.
1. Tujuan Umum Pendidikan Nasional
Pendidikan umum dalam istilah ini ditinjau dari
scope nasional. Tujuan umum pendidikan nasional adalah tujuan yang mengandung
rumusan kualifikasi umum yang diharapkan telah dimiliki oleh setiap warga
negara Indonesia setelah menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.
Sumber tujuan umum ini biasanya terdapat
di dalam undang-undang atau ketentuan-ketentuan resmi tentang pendidikan.
Misalnya, tujuan umum pendidikan nasional kita yang telah digariskan di dalam
GBHN dan Undang-Undang Pokok Pendidikan. Tujuan umum ini harus menjiwai tujuan
pendidikan yang lain.
2. Tujuan Institusional
Tujuan institusional pengkhususan dari tujuan
umum dan berisi kualifikasi yang diharapkan diperoleh anak-anak setelah
menyelesaikan studinya dalam suatu institusi atau lembaga pendidikan tertentu.
Rumusan tujuan institusional ini misalnya, seperti yang terdapat di dalam
undang-undang pokok pendidikan No. 12 Tahun 1957 pasal 7.
a.
Ayat 1 : Pendidikan dan pengajaran taman kanak-kanak termasuk menentukan
tumbuhnya rohani dan jasmani
kanak-kanak, sebelum dia masuk sekolah dasar.
b.
Ayat 2 : Pendidikan dan pengajaran rendah bermaksud menentukan tumbuhnya
rohani dan jasmani anak, memberikan kesempatan kepadanya guna mengembangkan
bakat dan kesukaannya masing-masing dan memberikan dasar pengetahuan, kecakapan
dan ketangkasan, baik lahir maupun batin.
c.
Ayat 3 : Pendidikan dan pengajaran menengah (umum dan vak) bermaksud
melanjutkan dan meluaskan pendidikan dan pengajaran yang diberikan di sekolah
rendah untuk mengembangkan cita-cita hidup serta membimbing kesanggupan murid
sebagai anggota masyarakat, mendidik tenaga ahli dalam pelbagai lapangan khusus
sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat bagi pendidikan dan
pengajaran tinggi.
d.
Ayat 4 : Pendidikan dan Pengajaran Tinggi bermaksud memeberi kesempatan
kepada pelajar untuk menjadi orang yang dapat memberi pimpinan di dalam
masyarakat dan yang dapat memelihara kemajuan hidup kemasyarakatan.
e. Ayat 5 : Pendidikan dan Pengajaran Luar
biasa bermaksud memberi pendidikan kepada orang-orang yang dalam keadaan
kekurrangan, baik jasmani maupun rohaninya supaya mereka memiliki kehidupan
lahir batin yang layak.
Tujuan
institusional ini di samping tertulis dalam Undang-Undang biasa terdapat juga
dalam buku pedoman kerja (kurikulum) dari tiap-tiap lembaga pendidikan tertentu
dan biasanya dirumuskan lebih eksplisit, misalnya dalam buku Pedoman dan
Kurikulum SMP sebagai berikut.
“Tujuan
Umum Pendidikan di SMP adalah agar lulusan:
a. Menjadi
warga Negara yang baik sebagai manusia yang utuh, sehat, kuat lahir dan batin.
b.
Menguasai hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di
Sekolah Dasar.
c.
Memiliki bekal untuk melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Lanjutan Tinggi Atas
dan untuk terjun ke masyarakat.
3. Tujuan Kurikuler (bidang studi)
Tujuan
kurikuler adalah tujuan yang akan dicapai untuk tiap-tiap bidang studi
tertentu, misalnya dalam IPA, Bahasa Indonesia, Matematika, mata pelajaran
Bahasa Inggris, dan lain-lain. Setelah anak mengikuti kegiatan kurikuler dalam
bidang studi atau mata pelajaran tersebut, mereka diharapkan memiliki kualitas
tertentu.
4. Tujuan Instruksional
Tujuan
ini merupakan suatu rumusan yang melukiskan perubahan yang diharapkan dalam
diri murid bila ia telah menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu.
Kegiatan belajar tersebut berhubungan dengan topik atau sub topik atau
unit/subunit dari mata pelajaran tertentu. Tujuan instruksional ini dapat dijabarkan
menjadi beberapa hal yaitu sebagai berikut.
a. Tujuan Istruksional Umum
Tujuan
instruksional umum merupakan pernyataan hasil belajar yang diharapkan dimiliki
oleh murid-murid, tetapi belum dirumuskan, tetapi belum dirumuskan
sekhusus-khususnya dalam bentuk
perubahan tingkah laku murid yang mudah diamati dan tidak menimbulkan
bermacam-macam tafsiran.
b. Tujuan Istruksional Khusus
Tujuan
instruksional khusus adalah reumusan
tujuan yang menggunakan istilah yang operasional, dirumuskan dari sudut
produkbelajar dan sudut perubahan, tingkah laku anak serta dinyatakan dalam
rumusan yang sekhusus mungkin, sehingga tujuan tersebut mudah dinilai.
Sebagai
usaha merumuskan tujuan instruksional sekhusus dan sejelas mungkin, sehingga
bersifat operasional, dirumuskanlah tujuan-tujuan tersebut dalam bentuk tingkah
laku khusus dari anak yang mudah diobservasi dan dievaluasi (behavioral
objektive).
Menurut
Bloom dalam (,1993:106) mengemukakan adanya tiga macam bidang (domains) dari
tingkah laku manusia, yaitu aspek cognitive (pengenalan, pengetahuan),
affective (perasaan, penghayatan-nilai, sikap) dan psychomotor (keterampilan).
Selanjutnya
pada masing-masing domains masih didiferensiasi menurut intensitasnya. Kedua,
sebagai sumber yang membantu perumusan tujuan adalah psikologi belajar atau
khususnya teori-teori belajar. Teori-teori belajar yang kita kenal, misalnya:
a. Teori stimulus dari respons.
Teori
stimulus (S) dan Respons (R) sering disebut SAR Bond Teori atau keneksionisme.
Yang dimaksud dengan stimulus adalah perangsang atau situasi di luar individu
atau organisme. Sedangkan repons ialah reaksi sebagai akibat dari stimulus. S-R
menunjukan hubungan antara Stimulus dan Respon, Hubungan antara S-R menjelaskan
segala bentuk belajar pada manusia dan binatang.Contoh analisa belajar
berdasarkan teori koneksionisme ini adalah sebagai berikut: Misalnya, guru
mengatakan, berapa 2 x 2 (=stimulus), maka anak menjawab 4 (=respons). Jasdi,
belajar digambarkan sebagai proses asosiasi atau koneksi.
b. Teori Gestalt
Berlawanan
dengan teori assosiasi, teori ini berpendirian, bahwa keseluruhan tidak sama
dengan jumlah bagian-bagiannya. Mengubah bagian akan mengubah keseluruhannya.
Dalam belajar, keseluruhan situasi belajar itu penting. Belajar adalah interaksi
yang kontinu antara organisme atau individu dengan lingkungannya. Hubungan
antara organisme dengan lingkunganya tidak statis melainkan dinamis dan
senantisa berubah. Sebenarnya tidak pernah terdapat suatu situasi yang berulang
tak pernah terdapat ulangan dari situasi yang sama. Situasi dan individu atau
organisme tak pernah sama akan tetapi selalu mengalami perubahan. Seorang
belajar jika ia mendapatkan suatu insight atau tilikan atau pemahaman dalam
suatu situasi yang problematis. Dengan insight dimaksud melihat hubungan antara
unsur-unsur dalam situasi itu. Banyak percobaan dilakukan oleh Kohler dengan
chimpanse yang menunjukan timbulnya insight pada kera itu pada waktu ia
memahami suatu situasi problematis. Apa sebenarnya insight itu belum dipahaminya.
Selanjutnya teori ini berpendapat, bahwa dalam proses belajar si pelajar selalu
bertindak sebagai keseluruhan yang berusaha mencapai tujuan dengan menggunakan
segala pengalamannya. Jadi belajar itu adalah proses perkembangan dipengaruhi
oleh faktor dari dalam dan merupakan
suatu proses yang aktif di mana terjadi suatu interaksi yang kontinu antara
organisasi atau individu dengan lingkungannya.
Tujuan
kurikulum berdasrkan teori gestalt, misalnya ialah: agar anak dapat memahami
suatu konsep, agar anak dapat menganalisa suatu problem, dan sebagainya.
Ketiga,
sebagai sumber yang membantu dalam perumusan tujuan adalah pemahaman kita
tentang hakikat anak serta realitas hidup kejiwaannya. Anak adalah faktor utama
dalam proses pendidikan. Anaka erat hubunganya dengan kurikulum. Anak dapat
dianggap sebagai konsumen dari kurikulum atau dapat dikatakan kurikulum
merupakan alat untuk membantu perkembangan anak. Kurikulum sekarang disusun
berdasrkan orientasi pada sifat hakikat anak. Proses pendidikan sekarang adalah
child-oriented. Di dalam proses interaksi antara pelajar dan mengajar, proses
belajarlah yang dipentingkan. faktor manusia utama di dalam kelas bukan lagi
guru, tetapi murid. Untuk memahami realitas hidup kejiwaan anak, maka sumbangan
psikologi perkembangan adalah sangat besar
Beberapa
realitas kehidupan jiwa maka, misalnya ialah:
1. Anak adalah individu yang terus menerus
tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaan atau kematangan. Proses perkembangan
anak tersebut bersifat kontinu namun cara teoritis proses perkembangan tersebut
dapat dibagi-bagi jadi beberapa fase perkembangan. Pada tiap-tiap fase
perkembangan terdapat sifat-sifat yang jelas dan berbeda dengan sifat-sifat
yang jelas dan berbeda dengan sifat-sifat pada fase lainnya. Namun perlu diingat,
bahwa batas antara fase-fase perkembangan tersebut tidak tegas. Perkembangan
tetap merupakan proses kontinu. Proses tersebut berlanjut pada individu yang
merupakan sifat-sifat atau kemampuan pembawaan (kodrat) dan faktor lingkungan,
khususnya lingkunagn pendidikan.
Sebagai
contoh pembagaian proses perkembangan menjadi fase-fase perkembangan, adalah
pembagian yang dikemukakan oleh Kohnstamm, sebagai berikut:
a) Masa Vital (0;0-2;0).
b) Masa Kanak-kanak (2;0-6;0).
c) Masa Sekolah (6;0-12;0).
d) Masa Remaja (12;0-18;0).
e) Masa Transisi dari remaja ke dewasa
(18;0-21;0).
f) Masa Dewasa (21;0-24;0).
Pada
tiap-tiap masa perkembangan, sifat-sifat menunjukkan perbedaan dengan
sifat-sifat masa perkembangannya.
a) Anakmerupakan individu, perkembangan anak
bukanlah perkembangan bagian, atau fungsi demi fungsi, tetapi merupakan
perkembangan yang bulat keseluruhan.
b) Anak merupakan individu yang berbeda
dengan individu yang lain.
c) Anak adalah individu yang mempunyai motif
atau dorongan semua perbuatannya adalah berdasarkan motif untuk mencapai tujuan
tertentu.
a. Keempat, adalah masyarakat sebagai
sumber yang membantu perumusan tujuan kurikulum. Kurikulum harus berorientasi
pada masyarakat.
Sehubungan
dengan pengertian tentang masyarakat tersebut, sekolah mempunyai tiga macam
fungsi atau tugas yaitu mewarsikan nilai-nilai kebudayaan masa lalu kepada
generasi muda, membahas, meniali secara kritis dan menyeleksi nilai kebudayaan
masa kini untuk memberikan kecakapan, keterampilan kepada generasi sekarang
agar dapat hidup, produktif dan analisis serta mengembangkan daya cipta untuk
memperbaiki keadaan masa kini dan menciptakan keadaan yang lebih baik untuk
masa depan.
Kurikulum Dalam Perspektif
Kurikulum
merupakan rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan cukup sentral dalam
perkembangan pendidikan, oleh sebab itu dibutuhkan landasan yang kuat dalam
pengembangan kurikulum agar pendidikan dapat menghasilkan manusia-manusia yang
berkualitas. Adapun yang menjadi landasan dalam pengembangan kurikulum:
1.
Landasan Filosofis
Filsafat
membahas segala permasalahan manusia, termasuk pendidikan, yang disebut
filsafat pendidikan. Filsafat memberikan arah dan metodologi terhadap
praktik-praktik pendidikan, sedangkan praktikpraktik pendidikan memberikan
bahan-bahan bagi pertimbangan filosofis. Keduanya sangat berkaitan erat. Hal
inilah yang menyebabkan landasan filosofis menjadi landasan penting dalam
pengembangan kurikulum.
2.
Landasan Psikologis
Dalam
proses pendidikan yang tejadi adalah proses interaksi antar individu. Manusia
berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis
sebenarnya merupakan karakter psikofisik seseorang sebagai individu yang
dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku interaksi dengan lingkungannya. Dalam
pengembangan kurikulum, minimal ada dua landasan psikologi yang
mempengaruhinya, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
3.
Landasan Sosiologis
Kurikulum
menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Dengan pendidikan diharapkan
muncul masyarakat-masyarakat yang tidak asing dengan masyarakat. Dengan
pendidikan diharapkan lahir manusiamanusia yang bermutu, mengerti, dan mampu
membangun masyarakat.oleh sebab itu tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekeyaan dan perkembangan
masyarakat.
Komponen
Kurikulum
Salah
satu fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang
pada dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang
saling berkaitan dan berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka mencapai
tujuan tersebut. Komponen merupakan satu sistem dari berbagai komponen yang
saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, sebab kalau satu
komponen saja tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Para
ahli berbeda pendapat dalam menetapkan komponen-komponen kurikulum. Ada yang
mengemukakan 5 komponen kurikulum dan ada yang mengemukakan hanya 4 komponen
kurikulum. Untuk mengetahui pendapat para ahli mengenai komponen kurikulum
berikut Subandiyah (1993: 4-6) mengemukakan ada 5 komponen kurikulum, yaitu:
(1) komponen tujuan; (2) komponen isi/materi; (3) komponen media (sarana dan
prasarana); (4) komponen strategi dan; (5) komponen proses belajar mengajar.
Sementara Soemanto (1982) mengemukakan ada 4 komponen kurikulum, yaitu: (1)
Objective (tujuan); (2) Knowledges (isi atau materi); (3) School learning
experiences (interaksi belajar mengajar di sekolah) dan; (4) Evaluation
(penilaian). Pendapat tersebut diikuti oleh Nasution (1988), Fuaduddin dan
Karya (1992), serta Nana Sudjana (1991: 21). Walaupun istilah komponen yang
dikemukakan berbeda, namun pada intinya sama yakni: (1) Tujuan; (2) Isi dan
struktur kurikulum; (3) Strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar),
dan: (4) Evaluasi.
Kaitan
Kurikulum Dengan Pembelajaran
Kurikulum
dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, meski berada pada
posisi yang berbeda. Saylor menyatakan bahwa kurikulum dan pembelajaran
bagaikan Romeo dan Juliet. Artinya, kurikulum tanpa pembelajaran sebagai
rencana tidak akan efektif, atau bahkan bias keluar dari tujuan yang telah
dirumuskan.
Berikut
merupakan gambaran kaitan antara kurikulum dan pembelajaran.
1. Model
dualistis, pada model ini, kurikulum dan pembelajaran berdiri sendiri.
Kurikulum yang seharusnya memjadi pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran tidak
tampak. Begitu juga dengan pembelajaran yang seharusnya dapat dijadikan tolak
ukur pencapaian tujuan kurikulum tidak terjadi.
2. Model
berkaitan, dalam model ini, kurikulum dengan pembelajaran saling barkaitan.
Pada model ini, ada bagian kurikulum yang menjadi bagian dari pembelajaran,
begitu juga sebaliknya.
3. Model
konsentris, pada model ini, keduanya memiliki hubungan dengan kemungkinan bahwa
kurikulum adalah bagian dari pembelajaran atau pembelajaran adalah bagian dari
kurikulum.
4. Model
siklus, pada model ini, antara kurikulum dan pembelajaran di anggap dua hal
yang terpisah namun memiliki hubungan timbal balik. Di satu sisi, kurikulum
merupakan rencana tertulis sebagai panduan pelaksanaan pembelajaran, di sisi
lain pembelajaran mempengaruhi pada perancangan kurikulum selanjutnya.
3.1 Komponen-Komponen Kurikulum
1.
Komponen
Tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau
hasil yang diharapkan. Dalam sekala macro rumusan tujuan kurikulum erat
kaitannya dengan filsafat atau system nilai yang dianut masyarakat. Bahkan,
rumusan tujuan menggambarkan suatu masyarakat yang dicita-citakan.
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari
mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan
dapat diukur,yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikan
diklasifikasikan menjadi 4, yaitu :
a.
Tujuan
Pendidikan Nasional ( TPN)
Tujuan Pendidikan Nasional adalah tujuan
yang bersifat paling umum dan merupakan sasaran yang harus dijadikan pedoman
oleh setiap usah pendidikan.
Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku yang ideal
sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh
pemerintah dalam bentuk undan-undang. Secara jelas tujuan pendidikan nasional
yang bersumber dari system nilai pancasila dirumuskan dalam UU No. 20 Tahun
2003 Pasal 3, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehudupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
b.
Tujuan
Institusional ( TI )
Tujuan Institusional adalah tujuan yang
harus dicapai oleh setip lembaga pendidikan. Tujuan institusional merupan
tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk
kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, misalnya standar kompetensi
pendidikan dasar, menengah, kejuruan, dan jejnjang pendidikan tinggi.
c.
Tujuan
Kurikuler ( TK )
Tujuan Kurikuler adalah tujuan yang harus
dicapai oleh setiap bidang setudi atau mata pelajaran. Tujuan kurikuler juga
pada dasarnya merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan.
Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dpat mendukung dan diarahkan
untuk mencapai tujuan institusional.
d.
Tujuan
Instruksional atau Tujuan Pembelajaran ( TP )
Tujuan Pembelajaran yang merupakn bagian dari tujuan kurikuler,dapat
didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah
mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali
pertemuan. Karena hanya guru yang memahami kondisi lapangan, termasuk memahami
karakteristik siswa yang akan melakukan pembelajaran disuatu sekolah, maka
menjabarkan tujuan pembelajaran adalah tugas guru.
Menurut Bloom, dalam bukunya yang berjudul
Taxonomy of Educational Objectives yang terbit pada tahun 1965, bentuk perilaku
sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan kedalam 3 klasifikasi
atau 3 domain ( bidang ), yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotor.
a. Domain Kognitif
Domain Kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan
kemampuan intelektual atau kemampuan berfikir seperti kemampuan mengingat dan
kemampuan memecahkan masalah. Domain kognitif menurut Bloom terdiri dari 6
tingkatan yaitu :
1. Pengetahuan ( Knowledge)
Pengetahuan ( knowledge ) adalah kemampuan mengingat dan kemampuan
mengingkapkan kembali informasi yang sudah dipelajarinya ( recall ). Kemapuan
pengetahuan ini merupakan kemampuan taraf yang paling rendah. Kemampuan dalam
bidang kemampuan ini dapat berupa : Pertama, pengetahuan tentang sesuatu yang
khusus ; pengetahuan tentang fakta. Pengetahuan mengingat fakta smacam ini
sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi. Kedua,
pengetahuan tentang cara/ prosedur atau cara suatu proses tertentu.
2. Pemahaman ( comprehension )
Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami suatu objek atau subjek
pembelajaran. Kemampuan untuk memahami akan mungkin terjadi manakala didahului
oleh sejumlak pengetahuan ( knowledge ). Oleh sebab itu, pemahaman lebih tinggi
ditingkatkanya dari pengetahuan. Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta,
tetapi berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan, atau
kemampuan mengankap makna atau arti suatu konsep. Kemampuan pemahaman ini bisa
merupakan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan ataupun kemampuan ekstrapolasi.
Kemampuan menjelaskan yakni kesanggupan untuk menjelaskan makna yang terkandung
dalam sesuatu, pemahaman menafsirkan sesuatu, dan pemahaman ekstrapolasi.
3. Penerapan ( application )
Penerapan adalah kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip, prosedur
ada situasi tertentu. Kemampuan menerapkan merupakan tujuan kognitif yang lebih
tinggi tingkatannya dibandingkan dengan pengetahuan dan pemahaman. Tujuan ini
berhubungan dengan kemampuan mengamplikasikan suatu bahan pelajaran yang sudah
dipelajari seperti teori, rumus-rumus, dalil, hokum,konsep, ide dan lain
sebagainya kedalam sesuatu yang lebih konkrit.
4. Analisis
Analisis adalah kemampuan menguraikan atau memecah suatu bahan pelajaran
kedalam bagian-bagian atau unsur-unsur serta hubungn antar bagian bahan itu.
Analisis merupakan tujuan pembelajaran yang komplek yang hanya mungkin dipahami
dan dikuasai oleh siswa yang telah dapat menguasai kemampuan memahami dan
menerapkan. Analisis berhubungan dengan kemampuan nalar. Oleh karena itu
biasanya analisis diperuntukan bagi pencapaian tujuan pembelajaran untuk
siswa-siswa tingkat atas.
5. Sintesis
Sintesis adalah kemampuan untuk menghimpun bagian-bagian kedalam suatu
keseluruhan yang bermakna, seperti merumuskan tema, rencana atau meliaht
hubungan abstrak dari berbagai informasi yang tersedia. Sintesis merupakan
kebalikan dari analisis. Kalau analisis mampu menguraikan menjadi bagian-bagian, maka sintesis adalah
kemampuan menyatukan unsure atau bagian-bagian menjadi sesuatu yang utuh.
Kemampuan menganalisis dan sintesis, merupakan kemampuan dasar untuk dapat
mengembangkan atau menciptakan inovasi dan kreasi baru.
6. Evaluasi
Evaluasi adalah tujuan yang paling tinggi dalam doain kognitif tujuan
ini berkenaan dengan kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan
maksud atau kriteria tertentu. Dalam tujuan ini, terkandung pula kemampuan
untuk memberikan suatu keputusan dengan berbagi pertimbangan dan ukuran-ukuran
tertentu. Untik dapat memiliki kemampuan memberikan penilaian dibutuhkan
kemampuan-kemampuan sebelumnya.
Tiga tingkatan tujuan kognitif yang pertama, yaitu pengetahuan,
pemahaman, dan aplikasi, dikatakan sebagai tujuan kognitif tingkat rendah ;
sedangkan tiga tingkatan selanjutnya yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi
dikatakan sebagai tujuan kognitif tingkat tinggi.
b. Domain afektif
Domain afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai, dan apresiasi.
Domain ini merupakan bidang tujuan pendidikan kelanjutan dari domain kognitif.
Artinya, seseorang hanya akan memiliki sikap tertentu terhadap suatu objek
manakala telah memiliki kemampuan kognitif tingkat tinggi. Menurut Krathwohl
dan kawan-kawan ( 1964 ), dalam bukunya Taxonomi of Educational Objectives :
Affective Domain, Domain afektif memiliki tingkatan yaitu :
1. Penerimaan
Penerimaan adalah sikap kesadaran atau kepekaan seseorang terhadap
gejala, kondisi, keadaan atau suatu masalah. Seseorang memiliki perhatian yang
positif terhadap gejala-gejala tertentu manakal mereka memiliki kesadaran
tentang gejala, kondisi atau kondisi yang ada. Kemudian mereka juga menunjukan
kerelaan untuk menerima, bersedia untuk memerhatikan gejala, atau kondisi yang
diamatinya itu. Akhirnya, mereka memiliki kemauan untuk mengarahkan segala
perhatiannya terhadap objek itu.
2. Merspon
Merespon atau menanggapi ditunjukan oleh kemauan untuk berpartisipasi
aktif dalam kegiatan tertentu seperti kemauan untuk menyelesaikan tugas tepat
waktu, kemauan untuk mengikuti diskusi, kemauan untuk membantu orang lain dan
sebagainya. Respon biasanya diawali dengan diam-diam, kemudian dilakukan dengan
sungguh-sungguh dan kesadaran, setelah itu baru dilakukan dengan penuh
kegembiraan dan kepuasan
3. Menghargai
Tujuan ini berkenaan dengan kemauan untuj memberi penilaian atau
kepercayaan kepada gejala atau suatu objek tertentu. Menghargai terdiri dari
penerimaan suatu nilai dengan keyakinan tertentu seperti menerima adanya keasan
atau persamaan hak antara laki-laki dan perempuan; mengutamakan suatu nilai
seperti memiliki keyakinan akan kebenaran suatu ajaran tertentu, serta komitmen
akan kebenaran yang diyakininya dengan aktivitas.
4. Mengorganisasi
Tujuan yang berhubungan dengan organisasi ini berkenaan dengan
pengembangan nilai kedalam system organisai tertentu, termasuk hubungan antar
nilai dan tingkat prioritas nilai-nilai itu. Tujuan ini terdiri dari
mengkonseptualisasikan nilai, yaitu memahami insur-unsur abstrak dari suatu
nilai yang dimiliki dengan nilai-nilai yang datang kemudian; serta mengorganisasi
suatu system nilai, yaitu nengembangkan suatu system nilai yang saling
berhubungan yang konsisten dan bulat dan termasuk nilai-nilai yang lepas-lepas.
5. Karakterisasi Nilai
Tujuan ini adalah mengadakan sintesis dan internalisasi system nilai
dengan pengkajian secara mendalam , sehingga nilai-nilai yang dibangunkannya
itu dijadikan pandangan ( falsafah ) hidup serta dijadikan pedoman dalam
bertindak dan berperilaku.
c. Domain Psikomotor
Domain psikomotor adalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan
keterampilan atau skill seseorang. Ada tujuh tingkatan yang termasuk kedalam
domain ini :
1. Persepsi ( Perception )
2. Kesiapan ( Set )
3. Meniru ( Imitation )
4. Membiasakan ( habitual )
5. Menyesuaikan ( Adaptation )
6. Menciptakan ( Organization )
Persepsi merupanan kemampuan seseorang dalam memandang sesuatu yang
dipermasalahkan. Persepsi pada dasarnya hanya mungkin dimiliki oleh seseorang
sesuai dengan sikapnya. Kesiapan berhubungan dengan kesediaan seseorng untuk
melatih diri tentang keterampilan tertentu yang direfleksikan dengan
perilaku-perilaku khusus.
Meniru adalah kemampuan seseorang dalam mempralktekan dalam
gerakan-gerakan sesuai dengan contoh yang diamatinya. Kemampuan meniru tidak
selamanya diikuti oleh pemahaman tentang pentingnya serta makna gerakan yang
dilakukannya.
Kemampuan habitual sudah merupakan kemampuan yang didorong oleh
kesadaran dirinya walaupun gerakan yang dilakukannya masih seperti pola yang
ada. Baru dalam tahapan berikutnya, yaitu kemampuan yang berhadaptasi gerakan
atau kemampuan itu sudah disesuaikan dengan keadaan situasi dan kondisi yang
ada.Tahap akhir dari keterampilan ini adalah tahap mengorganisasikan, yakni
kemapuan seseorang untuk berkreasi dan mencipta sendiri suatu karya. Tahap ini
merupakan tahap puncak dari keseluruhan kemampuan, yang tergambardari
kemampuanya menghasilkan sesuatu yang baru.
Tahap akhir dari keterampilan ini adalah tahap mengorganisasikan, yakni
kemapuan seseorang untuk berkreasi dan mencipta sendiri suatu karya. Tahap ini
merupakan tahap puncak dari keseluruhan kemampuan, yang tergambar dari
kemampuanya menghasilkan sesuatu yang baru.
2.
Komponen
Isi /Materi Pelajaran
Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman belajar
yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut semua aspek baik yang
berhubungan dengan pengetahuan atau mteri pelajaran yang biasanya tergambarkan
pada isi setiap mta pelajaran yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan
siswa. Baik materi maupun aktivitas itu seluruhnya diarahkan untuk mencapai
tujuan yang ditentukan.
3.
Komponen
Metode/Strategi
Strategi dan metode merupakan komponenketiga dalam pengembangan
kurikulum. Komponen ini merupakan komponen yang memiliki peran yang sangat
penting, sebab berhubungan dengan implementasi kurikulum. Begitu pula dengan
pendapat T. Rakjoni yang mengartikan strategi pembelajaran sebagai pla dan
urutan umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
Dari dua pengertian diatas ada dua hal yang pelu diamati, yaitu:
1) Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana
tindakan ( rangkaian tindakan ) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan
sebagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran.
2) Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan
tertentu.
Metode
adalah upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode
juga digunakan untuk merealisasikan strategiyang telah ditetapkan. Dalam satu
strategi pembelajaran digunakan beberapa metode. Strategi berbeda dengan
metode. Strategi menunjuk pada a plan of operation achieving something,
sedangkan metode adalah a way in achieving something.
Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan
strategi adalah pendekatan ( approach ). Sebenarnya pendekatan berbeda dengan strategi maupun metode. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau
sudutpandangterhadapp proses pembelajaran.
Roy Killer (1998), ada dua pendekatan dalam
pembelajaran, yaitu
1. Pendekatan yang berpusat pada guru ( tescher
centered approaches )
2. Pendekatan yang berpusat pada siswa( student
centered approach )
Rowntree
(1974), straregi pembelajaran dibagi atas:
1.
Strategi
Exposition dan Strategi Discovery Learning
2.
Strategi
Groups dan Individual Learning
4.
Komponen
Evaluasi
Tujuan evaluasi yang komprehensif dapat ditinjau
dari tiga dimensi, yakni diemnsi I (formatif-sumatif), dimensi II
(proses-produk) dan dimensi iii ( operasi keseluruhan proses kurikulum atau
hasil belajar siswa). Dengan adanya tiga dimensi itu, maka dapat diga,mbarkan
sebagai kubus. Selain itu dapat lagi kurikulum ditinjau dari segi historis,
yakni bagaimanakah kurikulum sebelumnya yang dipandang oleh anteseden.
Oleh sebab ketiga dimensi itu
masing-masing mempunyai dua komponen, maka keseluruhan evaluasi terdiri dari
enam komponen yang bertkaitan satu sama lainnya.
a.
Dimensi
I
a) Formatif : evaluasi dilakukan sepanjang
oelaksanaan kurikulum. Data dikumpilkan dan dianalisis untuk menemukan masalah
serta mengadakan perbaikan sedini mungkin.
b) Sumatif : proses evaluasi dilakukan pada akhir
jangka waktu tertentu, misalnya pada akhir semester , tahun pelajaran atau
setelah lima tahun untuk mengetahui evektifitas kurikulum dengan menggunakan
semua data yang dikumpulkan selama pelaksanaan dan akhir proses implementasi
kurikulum
b.
Dimensi
II
a) Proses : yang dievaluasi ialah metode dan proses
dalam pelaksanaan kurikulum. Tujuannya ialah untuk mengetahui metode dan proses
yang digunakan dalam implementasi kurikulum. Metode apakah yang digunakan?
Apakah tepat penggunaannya? Apakah berhasil baik atau tidak? Kesulitan apa yang
dihadapi?
b) Produk : yang dievaluasi ialah hasil-hasil yang
nyata, yang dapat dilihat dari silabus, satuan pelajaran dan alat-alat
pelajaran yang dihasilkan oleh guru dan hasil-hasil siswaberupa hasil test,
karangan, termasuk tesis, makalah, dan sebagainya.
c.
Dimensi
III
a)
Operasi
: disini dievaluasi keseluruhan proses pengembangan kurikulum termasuk
perencanaan , disain, implementasi, administrasi, pengawasan, pemantauan dan
penilaiannya. Juga biaya, staf pengajar, penerimaan siswa,pendeknya seluruh
operasi lembaga pendidikan itu
b)
Hasil
belajar siswa : disini yang dievaluasi ialah hasil belajar siswa berkenaan
dengan kurikulum yang harus dicapai, dinilai berdasarkan standar yang telah
ditentukan dengan mempertimbangkan determinan kurikulum, misi lembaga
pendidikan serta tuntutan dari pihak konsumen luar
Pengembangan kurikulum merupakan proses yang
tidak pernah berakhir ( Olivia, 1988 ). Proses tersebut meliputi perencanaan,
implementasi, dan evaluasi. Evaluasi merupakan komponen untuk melihat
efektifitas pencapaian tujuan. Fungsi evaluasi menurut Scriven ( 1967 ) adalah
evaluasi sebagai fingsi sumatif dan evaluasi sebagai fungsi formatif.
Evaluasi sebagai alat untuk meliahat
keberhasilan pencpaian tujuan dapt dikelompokan kedalam du jenis, yaitu tes dan
non tes.
1. Tes
Tes digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam aspek kognitif atau
tingkat penguasai materi pmbelajaran. Hasil tes biasanya diolah secara
kuantitatif. Proses pelaksanaan tes hasil belajar dilakukan setelah berakhir
pembahasan satu pokok bahasan, atau setelah selesai satu caturwulan atau satu
semester.
a)
Kriteria Tes
sebagai Alat Evaluasi
Sebagai alat ukur dalam proses evaluasi, tes harus memiliki dua
kriteria, yaitu kriteria validitas dan reliabilitas. Tes sebagai suatu alat
ukur dikatakan memiliki tingkat validitas seandainya dapat mengukur yang hendak
diukur. Tidak dikatakan tes memiliki tingkat validitas seandainya yang hendak
diukur kemahiran mengoprasikan sesuatu, tetapi yang digunakan adalah te
tertulis yang mengukur keterpahaman suatu konsep.
Tes memiliki tingkat reliabilitas atau keandalan jika tes tersebut dapat
menghasilkan informasi yang konsisten. Ada beberapa teknik untuk menetukan
tingkat reliabilitas tes, yaitu :
a. Pertama, dengan tes-retes, yaitu dengn
mengkorelasikan hasil testing yang pertama dengan hasil testing yang kedua.
b. Kedua, dengan mengkorelasikan hasil testing
antara item ganjil dengan item genap ( idd-even method )
c. Ketiga, dengan memecah hsil testing menjadi dua
bagian, kemudiankeduannya dikorelasikan.
b)
Jenis-jenis
Tes
a.
Berdasarkan
jumlah peserta
a) Tes kelompok adalah tes yang dilakukan terhadap
sejumlah siswa secara bersama-sama
b) Tes individual adalah tes yang dilakukan kepada
seorang siswa secara perorangan
b.
Berdasarkan
cara penyusunannya
a)
Tes buatan
guru disusun untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh guru
bersangkutan. Tes buatan guru biasanya tidak terlalu memperhatikan tingkat
validitas dan reliabilitas.
b)
Tes standar
adalah tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa sehingga berdasarkan
kemampuan tes tersebut, tes standar dapat memprediksi keberhasilan belajar
siswa pada masa yang akan dating.
c)
Dilihat dari
pelaksanaannya
a. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan dengan
cara menjawab sejumlah item soal dengan cara tertulis. Ada dua jenis tes yang
termasuk kedalam tes tertulis ini, yaitu tes esai dan tes objektif.
b. Tes esai adalah bentuk tes dengan cara siswa
diminta untuk menjawab pertanyaan secara terbuka yaitu menjelaskan atau
menguraikan melalui kalimat yang disusunnya sendiri
c. Tes objektif adalah bentuk tes yang mengharapkan
siswa memilih jawaban yang sudah ditentukan
d. Tes lisan adalah bentuk tes yang menggunakan
bahasa secara lisan. Tes ini bagus untuk menilai kemampuan nalar siswa. Tes
lisan hanya mungkin dapat dilakukan manakala jumlah siswa yang dievaluasi
sedikit, srta menilai sesuatu yang tidak terlalu luas akan tetapi mendalam.
e. Tes perbuatan adalah tes dalambentuk
peragaan.tes ini cocok manakala kita ingin mengetahui kemampuan dan
keterampilan seseorang mengenai sesuatu.
2. Non Tes
Non tes adalah alat evaluasi yang
biasanya digunakan untuk menilai aspek tingkah laku termasuk sikap, minat, dan
motivasi. Ada beberapa jenis non tes sebagai alat evaluasi, diantaranya
wawancara, observasi, studi kasus, dan skala penilaian.
a. Observasi
Observasi
adalah teknik penilaian dengan cara mengamati tingkal laku pada situasi tertentu.
Ada dua jenis observasi, yaitu observasi partisipatif dan non partisipatif.
1)
Observasi
partisipatif adalah observasi yang dilakukan dengan menempatkan observer
sebagai bagian dimana observasi itu dilkukan.
2)
Observasi
non partisipatif adalah observasi yang dilakukan dengan cara observer murni
sebagai pengamat. Artinya, observer dalam melakukan pengamatan tidak aktif
sebagai bagian dari itu, akan tetapi ia berperan smata-mata hanya sebagai
pengamat saja.
b. Wawancara
Wawancara
adalah komunikasi langsung antara yang diwawancarai dan yang mewawancarai. Ada
dua jenis wawancra, yaitu wawancara langsung dan wawancara tidak langsung.
1)
Wawancara
langsung dimna pewawancara melakukan komunikasi dengan subjek yang ingin
dievaluasi.
2)
Wawancara
tidak langsung dilakukan dimana pewawancara ingin mengumpulkan data subjek
melalui perantara.
c. Studi Kasus
Studi kasus dilaksanakan untuk
mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus-menerus.
d. Skala Penilaian
Skala penilaian atau biasa disebut
rating scale merupakan salah satu alat penilaian dengan menggunakan skala yang
telah disusun dari ujung negatif sampai dengan ujung positif, sehingga pada
skala tersebut penilaian tinggal member tanda cek ( V )
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://ismail6033.blogspot.com/2018/01/makalah-kompetensi-guru.html?m=1 (Diakses pada Selasa, 27 Agustus 2019 pukul 19.20)
http://alifiastitmaa.blogspot.com/2016/03/pengertian-dan-konsep-kurikulum-dalam.html?m=1 (Diakses pada Selasa, 27 Agustus 2019 pukul 20.30)
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195705101985031-ENDANG_RUSYANI/Landasan_Pengembangan_Kurikulum.pdf
(Diakses pada
Selasa, 27 Agustus 2019 pukul 21.30)
LAMPIRAN
No comments:
Post a Comment