Tuesday, October 8, 2019

Hakikat Manusia


Hakikat Manusia

Manusia menurut Allah adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT dari tanah liat kering dan diberikan ruh ke dalam jasad manusia ini dan makhluk yang dimuliakan atas segala ciptaanNya.Allah telah menurunkan Al Qur’an yang diantara ayat-ayatNya adalah gambaran tentang manusia. Berbagai istilah digunakan untuk menunjukkan aspek kehidupan manusia, diantaranya:

Dari aspek historis, disebut dengan Bani Adam
“Hai bani Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Seunguhnya Allah tidak menyukai orang – orang yang berlebih – lebihan”(QS 7:31)
Dari aspek biologis, disebut dengan Basyar “Dan berkatalah pemuka – pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat(kelak) dan yang telah (Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia)(orang) ini tidak lain hanyalah manusia (basyar) seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan dan minum dari apa yang kamu minum”(QS 23:24)
Dari aspek kecerdasan, disebut dengan Insan “Dia menciptakan manusia (insan).mengajarnya pandai berbicara”(QS 55:3-4)
Dari aspek sosiologis, disebut dengan An-Nas “Wahai manusia(nas) sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang – orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”(QS 2:21)
Dari aspek posisinya, disebut dengan Hamba “Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka?jika Kami menghendaki niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau Kami jatuhkan mereka gumpalan dari langit. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar – benar terdapat tanda ( kekuasaan Tuhan) bagi setiap hamba yang kembali kepadanya”(QS 34:9)

Hakikat islam dengan cerdas
Cerdas dan pandai. Dalam menginginkan pemeluknva cerdas serta pandai. Itulah ciri akal yang berkembang secara sempurna. Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan, jadi banyak memiliki informasi. Salah satu ciri Muslim yang sempurna ialah cerdas serta pandai. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat ditilik melalui indikator-indikator sebagai berikut ini.
Perlunya ciri akliah dimiliki oleh Muslim dapat diketahui dari ayat-ayat al-Quran serta hadis Nabi Muhammad saw. Ayat dan hadis itu biasanya diungkapkan dalam bentuk perintah agar belajar dan ada perintah menggunakan indera dan akal, atau pujian kepada mereka yang menggunakan indera dan akalnya. Sebagian kecil dari ayat al-Quran dan hadis tersebut dituliskan berikut ini yang artinya,
“Katakanlah, samakah antara orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.(Az-Zumar:9)
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya adalah ulama.”(Al-Fathir:28)
“Dan perumpamaan ini Kami buat untuk manusia, tidak mungkin dapat memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (Al-Ankabut: 43)
Ayat-ayat di atas jelas menunjukkan pentingnya ilmu (pengetahuan) dimiliki orang Islam, pentingnya berpikir, dan pentingnya belajar.
Nabi Muhammad SAW. menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dengan cara belajar. Jadi, kalau begitu orang Islam diperintah agar belajar. Seperti Surat al-‘Alaq ayat 1 yang mengandung pengertian bahwa orang Islam seharusnya dapat membaca. Ayat ini juga mengandung perintah agar orang Islam belajar karena pada umumnya kemampuan membaca itu diperoleh dari belajar. Dalam al-Quran surat al-Nahl ayat 43 Tuhan menyuruh orang Islam bertanya jika ia tidak tahu. Ini dapat diartikan sebagai suruhan belajar.
Jadi, jelaslah bahwa Islam menghendaki agar orang Islam berpengetahuan. Ini adalah salah satu ciri akal yang berkembang baik. Akal yang berkembang baik itu berisi banyak pengetahuan sains, filsafat, serta mampu menyelesaikan masalah secara ilmiah dan atau filosofis. Akal yang cerdas adalah karunia Tuhan. Indikatornva ialah kecerdasan umum (IQ).. Kecerdasan itu, selain ditentukan oleh Tuhan, juga berkaitan dengan keturunan. Kesehatan jiwa dan fisik jelas berkaitan pula dengan kecerdasan tersebut. Kalau begitu, kesehatan dan kekuatan seperti yang telah diuraikan sebelum ini memang berkaitan juga dengan tingkat kecerdasan.
Hakikat islam dengan toleran
Hakekat Toleransi Dalam Islam

Untuk memahami hakikat toleransi dalam Islam, maka sebagaimana dijelas di atas bahwa Islam adalah agama yang samahah (murah) dan suhulah (mudah dan gampang), tetapi bukan dimudah-mudahkan.

Untuk lebih jelasnya, toleransi dalam Islam bias kita bagi kepada dua bagian:

1.      Toleransi Internal Kaum Muslimin

Maksud dari toleransi internal kaum muslimin adalah bahwa syariat Islam telah memberikan kelonggaran (rukhshah) dan taysir (kemudahan) atas individu kaum muslimin terhadap beberapa perkara yang telah disyari’atkan.

Sebagai contoh misalnya dalam masalah badah, Islam bersifat toleran. Maksudnya, pelaksanaan ibadah di dalam Islam bersifat tidak membebani. Hal tersebut bisa kita lihat ketika seseorang ingin berwudhu dan tidak ada air, maka Islam mempermudah cara berwudhu dengan cara tayamum. Di dalam shalat, ketika seseorang tidak mampu berdiri, maka boleh dengan duduk. Begitu juga puasa, ketika seseorang sedang sakit, maka boleh di qadha pada hari-hari di luar Ramadhan. Sifat mempermudah dan tidak membebankan seseorang inilah yang menjadi ciri khas bahwa Islam adalah agama yang toleran dari segi ibadah.

Juga dalam beberapa perkara furu’ yang masih dalam ranah perbedaan ijtihadiyah, Islam juga memberikan kelonggaran kepada kaum muslimin untuk mengamalkan sesuai dengan pendapat yang rajih menurut keyakinannya, tentunya berdasarkan ilmu dan manhaj yang benar.

Ibnu Wahab menceritakan dari Qasim, ia berkata: Bahwa Qasim pernah berkata: Aku kagum akan perkataan Umar bin Abdul ‘Azis, “Aku tidak suka jika para sahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berselisih pendapat. Sebab jika mereka dalam satu pendapat niscaya manusia akan mengalami kesempitan. Mereka adalah Imam yang patut diteladani. Jika seseorang mengikuti salah seorang dari mereka maka ia berada dalam keleluasaan.”

Artinya, dengan perbedaan pendapat itu mereka (para shahabat) memberikan kita kesempatan memilih pendapat dan ijtihad mereka. Itu karena ijtihad dibenarkan dan perbedaan pendapat merupakan suatu kemestian. Masing-masing muslim dipersilahkan beramal sesuai dengan dalil dan pemahaman yang dilihatnya lebih kuat. Inilah makna “keleluasaan dan rahmat” yang dimaksud di atas. Tidak berarti bahwa semua pendapat -kendatipun saling bertentangan- benar. Kebenaran hanya ada pada salah satu diantaranya, tetapi semua pendapat itu terpuji dan diberi pahala.

Oleh sebab itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian melapangkan umat ini dengan adanya perbedaan pendapat menyangkut masalah-masalah furu’iah dikalangan mereka. Hal ini membuka pintu bagi umat untuk masuk ke dalam rahmat.

Perkara ini sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

“Apa yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya adalah halal. Apa yang diharamkan-Nya adalah haram, dan apa yang didiamkannya merupakan kemurahan Allah. Maka terimalkah kemurahan-Nya. Sesungguhnya Allah tidak pernah lupa akan sesuatu.” Kemudian Nabi membaca firman Allah: “Dan tidaklah Rabb-mu lupa”(QS. Maryam: 64). (HR. Al-Hakim dan dinyatakan shahih oleh Adz-Dzahabi)

Al-‘Afwu (kemurahan) di sini berarti rahmat sebagaimana dalam Hadits disebukan, “Perbedaan umatku adalah rahmat”. Semuanya menunjukkan bahwa Allah mendiamkan sesuatu adalah untuk memberikan keluasan dan kemudahan kepada umat. Arti “mendiamkan sesuatu hukum” ini adalah:

Mendiamkan nash tentang sebagian hukum dan menyerahkannya kepada akal seorang muslim untuk berijtihad dalam memahaminya dengan merujuk hukum-hukum yang telah ditegaskan oleh nash.
Menegaskan suatu hukum dalam suatu nash yang fleksibel sehingga mencakup beberapa kemungkinan pemahaman serta beraneka ragam pendapat dan ijtihad.
Oleh sebab itu para shahabat melakukan ijtihad dan berbeda pendapat mengenai banyak masalah yang bersifat jilid’iyah dengan tidak bersempit dada.

Adapun berkaitan dengan perkara ushul (perkara yang tidak ada tempat ijtihad di dalamnya) maka Islam tidak memberikan toleransi sedikitpun jika ia bertentangan nash Al-Qur`an dan As-Sunnah serta pemahama ulama salaf.

No comments:

Post a Comment

zona baca

Bahan Ajar Kelas 1 Tema 4 Keluargaku 3 keluarga besarku pembelajaran 4

BAHAN AJAR Tema                 : 4 Keluargaku Subtema            : 3 Keluarga Besarku Pembelajaran    : 4 Tujuan Pembelajaran Dengan ...