Thursday, October 10, 2019

PROFESIONALISME GURU


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diperoleh suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan standar kompetensi profesional guru dalam pengembangan kurikulum?
2.      Apa yang dimaksud dengan konsep kurikulum?
3.      Apa saja komponen-komponen kurikulum?
1.3 Tujuan    
            Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat diperoleh tujuan sebagai berikut:
1.      Mengetahui maksud standar kompetensi profesional guru dalam pengembangan kurikulum.
2.      Mengetahui maksud konsep kurikulum.
3.      Mengetahui komponen-komponen kurikulum.

1.4 Manfaat  
Berdasarkan tujuan tersebut, dapat diperoleh manfaat dari makalah ini yakni sebagai berikut:
1.      Manfaat Teoretis
Hasil makalah ini dapat memberikan kontribusi bagi bidang Telaah Kurikulum Sekolah Dasar, khususnya mengenai materi standar kompetensi profesional guru, konsep kurikulum dan komponen-komponen kurikulum.
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi Dosen
Hasil makalah ini dapat dijadikan materi pembelajaran khususnya dalam bidang Telaah Kurikulum Sekolah Dasar.
b.      Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mendapat ilmu baru mengenai materi standar kompetensi profesional guru, konsep kurikulum dan komponen-komponen kurikulum melalui metode penulisan yang diharapkan akan lebih efektif dibandingkan dengan mendapatkan ilmu dari pengajaran di kelas maupun sumber informasi lainnya.
c.       Bagi Pembaca
Hasil makalah dapat menambah wawasan bagi pembaca serta dapat dijadikan referensi dalam bidang kajian Telaah Kurikulum Sekolah Dasar terutama mengenai standar kompetensi profesional guru, konsep kurikulum dan komponen-komponen kurikulum.















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Standar Kompetensi Profesional Guru dalam Pengembangan Kurikulum

A.   Pengertian Kompetensi
Kompetensi guru menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, disebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.
W. Robert Housten mendefinisikan kompetensi dengan “competence ordinarilyis defined as adequacly for a as possesi on of require knowledge, skill and abilities” (suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang. Definisi tersebut mengandung arti bahwa calon pendidik perlu memersiapkan diri untuk mengusai sejumlah pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan khusus yang terkait dengan profesi keguruannya agar ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik serta dapat memenuhi keinginan dan harapan peserta didiknya.
McLeod (1990) mendefinisikan kompetensi sebagai perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipernyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Usman (1994) mengemukakan kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkan kulifikasi atau kemampuan seseorang baik dalam kualitatif maupun kuantitatif.
Kompetensi merupakan deskripsi tentang apa yang dapat dilakukan seseorang dalam bekerja, serta apa wujud dari pekerjaan tersebut yang dapat dilihat. Untuk dapat melakukan suatu pekerjaan, seseorang harus memiliki kemampuan dalam bentuk pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang relevan dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi diatas, Pada dasarnya, kompetensi diartikan sebagai kemampuan atau kecakapan. Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang harus dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, perilaku maupun hasil yang dapat ditunjukan dalam proses belajar mengajar.


B.   Macam-macam Kompetensi Guru
Kompetensi dasar (basic competency) bagi pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan yang dimilikinya hal tersebut karena potensi itu merupkan tempat dan bahan untuk memproses semua pandangan sebagai bahan untuk menjawab semua ransangan yang datang darinya. Potensi dasar ini adalah milik individu sebagai hasil dari proses yang tumbuh karena adanya anugrah dan inayah dari Allah swt.
Pendidik profesional harus memiliki kompetensi-kompetensi yang lengkap meliputi:
1. Penguasaan materi pembelajaran yang komprehensif serta wawasan dan bahan pengayaan terutama dalam bidang-bidang yang menjadi tugasnya.
2. Penguasaan strategi mencakup pendekatan, metode dan teknik pembelajaran termasuk kemampuan evaluasinya.
3.  Penguasaan ilmu dan wawasan pendidikan.
4. Memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengembangan pendidikan di masa depan.
5. Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung yang mendukung kepentingan tugasnya.
Pada UUDG pasal 10 ayat 1 yang menyebutkan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi:
1.   Kompetensi Pedagogik
Yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Dijelaskan secara rinci dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 tahun 2008 tentang guru, pasal 3 ayat (4) “kompetensi pedagogik merupakan kemampuan para guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: (1) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, (2) pemahaman terhadap peserta didik, (3) pengembangan kurikulum atau silabus, (4) perancangan pembelajaran, (5) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (6) evaluasi hasil belajar, (7) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2.   Kompetensi Kepribadian
Yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Dijelaskan secara rinci dalam Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 bab 2 pasal 3 bahwa kompetensi kepribadian guru sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana demokratif, mantap, jujur, sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat secra objektif mengevaluasi kinerja sendiridan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
3.       Kompetensi Sosial
Yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berintraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua atau wali peserta didik dan masyarakat luas. Hal tersebut diuraikan lebih lanjut kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk: (1) berkomunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat, (2) menggunakan teknologi, komunikasi dan infomasi secara fungsional, (3) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, (4) bergaul secara santun dengan masyarakat.
4.  Kompetensi Profesional
Yaitu kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang diterapkan dalam standar nasional pendidikan. Dijelaskan secara rinci data PP nomor 74 tahun 2008 bahwa kompetensi profesional guru merupakan kemampuan guru dalam mengusai pengetahuan, teknologi dan seni budaya yang diampunya meliputi, (1) menguasai materi secara luas sesuai dengan satuan pendidikan mata pelajaran yang akan diampu, (2) menguasai konsep dan metode disiplin pengetahuan teknologi sesuai dengan satuan pendidikan mata pelajaran yang diampu.
Keempat bidang kompetensi diatas tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling berhubungan dan saling memengaruhi satu sama lain dan memunyai hierarkis, artinya saling mendasari satu sama lainnya kompetensi yang satu mendasari kompetensi yang lainnya.


C.   Hubungan Kompetensi dengan Profesionalisme
Uraian ini menunjukan adanya titik temu antara kompetensi dan profesionalisme. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional. Secara lebih terperinci, bentuk-bentuk kompetensi dan profesionalisme seorang guru adalah:
1.       Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum maupun bahan pengayaan/ penunjang bidang studi.
2.       Mengelola program belajar-mengajar yang meliputi:
a.      Merumuskan tujuan intraksional
b.      Mengenal dan dapat menggunakan prosedur intraksional yang tepat
c.      Melaksanakan program belajar-mengajar
d.      Mengenal kemampuan anak didik.
3.   Mengelola kelas, meliputi:
a.      Mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran,
b.      Menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi.
4.    Pengunaan media atau sumber, meliputi:
a.      Mengenal, memilih dan menggunakan media,
b.      Membuat alat bantu pelajaran yang sederhana
c.      Menggunakan pustakaan dalam proses belajar-mengajar,
d.      Menggunkan Micro Theaching untuk unit program pengenalan lapangan.
5.    Mengusai landasan-landasan pendidikan.
6.    Mengelola interaksi-interaksi belajar-mengajar.
7.    Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.
8.  Mengenal dan menyelenggarakan fungsi layanan dan program bimbingan dan penyuluhan.
9.    Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.

D.   Kompetensi Penunjung
1.      Keahlian Menulis
Kemampuan menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan merupakan repsentasi dari kualitas inteletual, karena karya tulis seorang guru mengekspresikan pikirannya. Guru yang pandai menulis dan menuangkan gagasannya dalam bentuk karya tulis dapat dipastikan ia banyak membaca, berdiskusi dan melakukan pengamatan terhadap lingkungan sekitar.
Bagi guru, ketrampilan menulis merupakan keahlian yang tidak dapat dipisahkan dari tugas pokonya sebagai pendidik. Tuntutan bahwa ia harus selalu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta diperkuat oleh adanya perhitungan angka kredit poin untuk kenaikan jabatan membuatnya harus selalu mempu dan rajin menulis.
2.      Keahlian Meniliti
Tugas dan kewajiban guru selain sebagai pendidik juga sebagai peneliti. Penelitian yang dikembangkan diupayakan untuk memerbaiki pembelajaran, meneliti model-model pembelajaran, meneliti kemjuan belajar siswa dan lain-lain. Penelitian yang dilakukan guru tidak terpisah adanya peran ganda, yaitu selain ia mampu melakukan penelitian yang terpercaya, ia juga harus mampu memanfaatkan hasil penelitian itu untuk pembelajaran siswanya di kelas.
Guru sebagai peneliti dalam konteks penelitian yang fungsional, terkait dengan kebutuhan pengembangan profesinya sebagai pendidik. Cara yang paling ideal dan sesuai dengan tuntutan penelitian itu adalah penelitian tindakan (action research) yang terpadu dengan proses pembelajaran yang biasa ia lakukan sehari-hari. Dengan cara demikian, guru dapat mengumpulkan data dan menganalisisnya secara cermat, seehingga asumsi keefektifan atau kekurangefektifan proses pembelajaran dapat dikaji secara valid.
3.      Keahlian Berbahasa Asing
Keahlian berbahasa sebenarnya berlaku sebagai prasyarat yang harus dimiliki setiap guru. Keahlian cukup berpengaruh terhadap kemampuan guru dalam mengakses informasi yang secara langsung ditulis dalam bahasa asing, baik di Internet maupun di perpustakaan. Dalam lingkup kepentingan penguasaan bahasa di lingkungan sekolah, penguasaan bahasa asing merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi. Idealnya guru mengusai secara fasih bahasa tersebut.
4.      Mendorong Siswa Mau Membaca
Guru sebagai orang yang bergau setiap hari secara langsung dengan siswa, juga turut bertanggung jawab dalam mengembangkan tradisi membaca para siswanya, baik melalui kebiasaan membaca di perpustakaan maupun di luar perpustakaan. Kebiasaan membaca dimana saja hanya akan terjadi apabila guru turut memberikan contoh bahwa membaca adalah kegiatan yang menyenangkan, bahkan ketika para siswa tidak sedang di luar kelas, tradisi membaca adalah sesuatu yang tidak boleh ditinggalkan. Karena, membaca di waktu luang adalah aktivitas yang membebaskan sekaligus memerdekakan pikiran bagi guru maupun siswa. Dalam hal ini, guru dapat merangsang minat baca siswa melalui tugas yang memotivasi siswa untuk membaca dan mengakses perpustakaan.

2.2  Konsep Kurikulum
Istilah kurikulum telah menjadi istilah lazim dunia pendidikan dalam bahasa Indonesia. Secara etimologis atau asal kata, istilah ini merupakan serapan dari bahasa Yunani. Yang awalnya digunakan untuk dalam dunia olah raga, berasal  dari  kata “curir“ artinya pelari . Sementara “curere“ artinya  ditempuh  atau  berpacu. Yaitu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Kurikulum menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003.
Menurut UU no. 20 tahun 2003, kurikulum adalah “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. (Bab I Pasal 1 ayat 19).  Konsep kurikulum sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yakni kumpulan beberapa mata pelajaran yang harus disampaikan oleh guru dan dipelajari oleh siswa.
Mendasarkan pada makna yang terkandung dari beberapa uraian diatas, kurikulum sebagai  program pendidikan harus mencakup : (1) Sejumlah mata pelajaran atau organisasi pengetahuan; (2)  pengalaman  belajar  atau  kegiatan  belajar;  (3)  program  belajar (plan for  learning) untuk   siswa; (4)  hasil  belajar  yang  diharapkan.  Dari  rumusan  tersebut, kurikulum diartikan sebagai program  dan  pengalaman  belajar  serta  hasil-hasil  belajar  yang  diharapkan. Rumusan ini juga mengandaikan bahwa kurikulum diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun secara sistematis yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan pribadi dan kompetensi sosial siswa.
Seiring dengan perubahan zaman, pengertian kurikulum berubah. Pandangan  lama,  atau  sering  juga  disebut  pandangan tradisional, merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh  murid  untuk  memperoleh  ijazah.  Pengertian  tadi  mempunyai implikasi  sebagai  berikut:  (1)  kurikulum  terdiri  atas  sejumlah  mata pelajaran; (2) mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau pengetahuan, sehingga  penyampaian  mata  pelajaran  pada  siswa  akan  membentuk mereka  menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berpikir; (3) mata pelajaran  menggambarkan  kebudayaan  masa  lampau; (4)  tujuan mempelajari  mata  pelajaran  adalah  untuk  memperoleh  ijazah; (5)  adanya aspek keharusan  bagi setiap siswa untuk mempelajari mata pelajaran  yang sama;  (6)  sistem  penyampaian  yang  digunakan  oleh  guru  adalah  sistem penuangan (imposisi). Intinya, ruang lingkup kurikulum adalah berkisar pada rencana pembelajaran.
Berdasarkan definisi para ahli, berikut adalah beberapa definisi kurikulum yang mencerminkan perkembangan dari zaman ke zaman per definisi kurikulum.
Definisi Kurikulum
1. Definisi Kurikulum Menurut Murray Print (1993)
a. Kurikulum Sebagai Suatu Program Kegiatan Yang Terencana.
Berdasarkan pandangan komprehensif terhadap setiap kegiatan yang direncanakan untuk dialami seluruh siswa, kurikulum berupaya menggabungkan ruang lingkup, rangkaian, interpretasi, keseimbangan subject matter, teknik mengajar, dal lain-lain yang dapat direncanakan sebelumnya (Saylor, Alexander, dan Lewis, 1986).
b. Kurikulum sebagai Hasil Belajar yang Diharapkan
Kajian ini menekankan perubahan cara pandang kurikulum, dari kurikulum sebagai alat (means) menjadi kurikulum sebagai tujuan atau akhir yang akan dicapai (ends).
c. Kurikulum sebagai Reproduksi Kultural (Cultural Reproduction)
Pengembangan kurikulum semacam ini dimaksudkan untuk meneruskan nilai-nilai kultural kepada generasi penerus, melalui lembaga penerus.
d. Kurikulum sebagai Curere
Pandangan yang menekankan pada bentuk kata kerja kuikulum itu sendiri, yaitu curere. Sebagai pengganti interpretasi dari etimologi arena pacu atau lomba (race course) kurikulum, curere merujuk pada jalannya lomba dan menekankan masing-masing kapasitas individu untuk mengkonseptualisasi otobiografinya sendiri.
Masing-masing individu berusaha menemukan pengertian (meaning) ditengah-tengah berbagai peristiwa terakhir yang dialaminya, kemudian bergerak secara historis ke dalam pengalamannya sendiri di masa lampau untuk memulihkan dan membentuk kembali pengalaman semula (to recover and reconstitute the origins), serta membayangkan dan menciptakan berbagai arah yang saling bergantung dengan subdivisi-subdivisi pendidikan lainnya.
2. Definisi Kurikulum Menurut Beane, etc (1991)
Kurikulum yakni bahwa konsep kurikulum dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis pengertian yang meliputi:
a. Kurikulum sebagai produk
Merupakan hasil perencanaan, pengembangan, dan perekayasaan kurikulum.
b. Kurikulum sebagai program
Secara esensial merupakan kurikulum yang berbentuk program-program pembelajaran secara riil.
c. Kurikulum sebagai hasil belajar yang ingin dicapai oleh para siswa
Mendeskripsikan kurikulum sebagai pengetahuan, keterampilan, perilaku, sikap dan berbagai bentuk pemahaman thd. mata pelajaran.
d. Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Menempatkan pengalaman belajar sebagai hal yang sangat penting dalam pembelajaran.
3. Definisi Kurikulum Menurut John Dewey
John Dewey (1902) sudah sejak lama telah menggunakan istilah kurikulum dan hubungannya dengan anak didik. Dewey menegaskan bahwa kurikulum dan anak didik merupakan dua hal yang berbeda tetapi kedua-duanya adalah proses tunggal dalam bidang pendidikan. Kurikulum merupakan suatu rekonstruksi berkelanjutan yang memaparkan pengalaman belajar anak didik melalui suatu susunan pengetahuan yang terorganisir dengan baik yang biasanya disebut kurikulum.
4. Definisi Kurikulum Menurut Hilda Taba
“A curriculum usually contains a statement of aims and of specific objectives; it indicates some selection and organization of content; it either implies or manifests certain patterns of learning and teaching, whether because the objectives demand them or because the content organization requires them. Finally, it includes a program of evaluation of the outcomes”. Pengertian kurikulum menurut Hilda Taba menekankan pada tujuan suatu statemen, tujuan-tujuan khusus, memilih dan mengorganisir suatu isi, implikasi dalam pola pembelajaran dan adanya evaluasi.
5. Definisi Kurikulum Menurut Orlosky and Smith
Kurikulum adalah bagian dari program sekolah. Kurikulum berisi apa yang diharapkan pada siswa dalam pembelajaran.
6. Definisi Kurikulum Menurut Inlow (1966)
Kurikulum adalah usaha menyeluruh yang dirancang oleh pihak sekolah untuk membimbing murid memperoleh hasil pembelajaran yang sudah ditentukan.
7. Definisi Kurikulum Menurut Kerr, J. F (1968)
Kurikulum adalah semua pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan secara individu ataupun secara kelompok, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
8. Definisi Kurikulum Menurut Beauchamp (1968)
Kurikulum adalah dokumen tertulis yang mengandung isi mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik melalui berbagai mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
1)      Pengertian dan Konsep Kurikulum Dalam Pendidikan
Pengertian dan konsep kurikulum Dalam pandangan John Dewey, kurikulum merupakan rekonstruksi yang berkelanjutan. Dimulai dari pengalaman yang dimiliki murid kemudian direpresentasikan dalam pelajaran. Berdasar wawasan Dewey, bisa ditarik kesimpulan bahwa rujukan utama penyusunan kurikulum adalah berakar dari pengalaman masing-masing siswa. Pendapat John Dewey ini juga diamini oleh beberapa pakar hingga tahun 1957. Hampir semua pakar kurikulum sepakat bahwa sumber kurikulum adalah pada pengalaman siswa.
Pandangan baru mengenai kurikulum terliat dari pendapat Ronald C. Doll (1974) yang menyatakan bahwa ruang lingkup kurikulum semakin luas. Termasuk dalam hal isi dan proses kurikulum yang semakin melebar, pemaknaan tentang pengalaman siswa juga ikut melebar, yaitu mencakup pengalaman di sekolah, di rumah, atauapun di masyarakat. [6]
Berbeda dan lebih jauh daru ahlu di atas, Zais memberikan pandanganya tentang ruang lingkup kurikulum. Bahwa kurikulum mencakup dua hal. Yaitu materi pembelajaran dan prosedur dalam proses pembelajaran. Sehingga kurikulum sudah dianggap memiliki kedudukan sentral dalam proses pembelajaran.
Konsep kurikulum dalam arti luas atau modern tidak hanya mencakup tentang rencana pembelajaran saja. Akan tetapi juga mencakup tentang segala sesuatu yang nyata yang terjadi dalam proses pendidikan di sekolah, baik di dalam ataupun di luar kelas. Maka kurikulum bisa diartikan juga sebagai entitas pendidikan yang mengatur tentang kegiatan intrakulikuler dan ekstrakulikuler.
Pengertian-pengertian dan gagasan-gagasan baru tentang kurikulum akan selalu muncul seiring perkembangan zaman. Teori-teori baru akan muncul karena manusia pemikir pendidikan memang tidak akan pernah merasa puas pada satu hakikat saja.Para ahli-ahli baru dalam bidang pendidikan akan muncul dan membawa serta teor-teori baru pendidikan.
Secara konseptual kurikulum secara garis besar mempunyai tiga ranah, yaitu:kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi.
Pertama, kurikulum sebagai substansi, yaitu kurikulum dipandang sebagai rencana pendidikan di sekolah atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum digambarkan sebagai dokumen tertulis yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi yang telah disepakati dan di setujui bersama oleh para penyusun kurikulum dan pemangku kebijaksanaan dengan masyarakat.
Kedua, kurikulum sebagai sistem, yaitu sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem sekolah, sistem pendidikan, dan sistem masyarakat. Hasil dari sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum. Kurikulum sebagai sistem mempunyai fungsi bagaiamana cara memelihara kurikulum agar tetap berjalan dinamis.
Ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi, kurikulum disisni berfungsi sebagai suatu disiplin yang dikaji di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi. Tujuan kurikulum sebagai suatu bidang studi adalah untuk mengembangkan ilmu kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari tentang konsep dasar kurikulum, mereka juga melakukan kegiatan penelitian dan percobaan guna menemukan hal-hal baru yang dapat memperkuat dan memperkaya bidang studi kurikulum.
2.      Fungsi Kurikulum
Menurut Nurgiantoro (1988 : 45-46), bahwa kurikulum mempunyai fungsi tiga hal. Pertama, fungsi kurikulum bagi sekolah terdiri dari alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Kurikulum juga dapat dijadikan pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan yang dilaksanakan disekolah. Misalnya, bidang studi, alokasi waktu, pokok bahasan, serta termasukstrategi pembelajarannya.
Kedua, kurikulum dapat mengontrol dan memelihara keseimbangan proses pendidikan. Dengan mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat tertentu, maka kurikulum pada tingkat atasnya dapat mengadakan penyesuaian,sehingga tidak terjadi pengulangan kegiatan pengajaran sebelumnya. Fungsi lain kurikulum juga dapat menyiapkan tenaga pengajar, dengan cara mengetahui kurikulum pada tingkat di bawahnya.
Ketiga, kurikulum dimaksud untuk menyiapkan kebutuhan masyarakat atau lapangan kerja, sehingga kurikulum mencerminkan hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat. Karena itu lulusan sekolah paling tidak dapat memenuhi kebutuhan lapangan pekerjaan (vokasional) di satu sisi, dan dipersiapkan untuk melanjutkan ke jenjang sekolah berikutnya (akademis) disisi lain.
3.Tujuan Kurikulum
Tujuan adalah komponen kurikulum yang sering dianggap komponen pertama dalam menyusun kurikulum karena tujuan akan mengarah penyusunan komponen-komponen kurikulum lainnya. Tetapi kenyataan lain menunjukkan bahwa banyak para guru atau penyusun kurikulum yang kurang menyadari ada dan pentingnya peranan tujuan. Mereka sering tidak menghiraukan komponen tujuan dan tidak pernah merumuskannya.
Bila sudah ada tujuan dalam buku kurikulum, sering-sering rumusannya terlalu umum dan kurang jelas. Masalah pokok dan paling sukar sehubungan dengan komponen tujuan, yakni bagaimana menerjemahkan tujuan pendidikan yang sangat umum menjadi tujuan bersifat khusus dan operasional, artinya tujuan yang benar-benar dapat dicapai oleh murid-murid di dalam proses belajar dalam kelas.
Untuk memahami asal mula atau bagaimana tersusunnya tujuan kurikulum dari suatu sekolah (lembaga pendidikan) perlu diketahui tentang sumber-sumber yang membantu. Sumber-sumber tersebut adalah berupa dasar-dasar kurikulum yakni filsafat dan tujuan pendidikan, psikologi belajar, faktor anak dan masyarakat. Pertama, misalnya kita akan menuliskan tujuan kurikulum Sekolah Menengah Pertama di Indonesia, maka tujuan tersebut harus sesuai sejalan dan sesumber pada tujuan umum pendidikan di Indonesia.

Agar dapat memahami sifat dan kedudukan tujuan kurikulum suatu sekolah, perlu diketahui adanya hirarki tujuan pendidikan. Hirarki tujuan pendidikan yang kita kenal, di Indonesia yaitu sebagai berikut.
1.      Tujuan Umum Pendidikan Nasional
Pendidikan umum dalam istilah ini ditinjau dari scope nasional. Tujuan umum pendidikan nasional adalah tujuan yang mengandung rumusan kualifikasi umum yang diharapkan telah dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia setelah menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu. Sumber  tujuan umum ini biasanya terdapat di dalam undang-undang atau ketentuan-ketentuan resmi tentang pendidikan. Misalnya, tujuan umum pendidikan nasional kita yang telah digariskan di dalam GBHN dan Undang-Undang Pokok Pendidikan. Tujuan umum ini harus menjiwai tujuan pendidikan yang lain.
2.      Tujuan Institusional
Tujuan institusional pengkhususan dari tujuan umum dan berisi kualifikasi yang diharapkan diperoleh anak-anak setelah menyelesaikan studinya dalam suatu institusi atau lembaga pendidikan tertentu. Rumusan tujuan institusional ini misalnya, seperti yang terdapat di dalam undang-undang pokok pendidikan No. 12 Tahun 1957 pasal 7.
a.       Ayat 1 : Pendidikan dan pengajaran taman kanak-kanak termasuk menentukan tumbuhnya    rohani dan jasmani kanak-kanak, sebelum dia masuk sekolah dasar.
b.      Ayat 2 : Pendidikan dan pengajaran rendah bermaksud menentukan tumbuhnya rohani dan jasmani anak, memberikan kesempatan kepadanya guna mengembangkan bakat dan kesukaannya masing-masing dan memberikan dasar pengetahuan, kecakapan dan ketangkasan, baik lahir maupun batin.
c.       Ayat 3 : Pendidikan dan pengajaran menengah (umum dan vak) bermaksud melanjutkan dan meluaskan pendidikan dan pengajaran yang diberikan di sekolah rendah untuk mengembangkan cita-cita hidup serta membimbing kesanggupan murid sebagai anggota masyarakat, mendidik tenaga ahli dalam pelbagai lapangan khusus sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat bagi pendidikan dan pengajaran tinggi.
d.      Ayat 4 : Pendidikan dan Pengajaran Tinggi bermaksud memeberi kesempatan kepada pelajar untuk menjadi orang yang dapat memberi pimpinan di dalam masyarakat dan yang dapat memelihara kemajuan hidup kemasyarakatan.
e.       Ayat 5 : Pendidikan dan Pengajaran Luar biasa bermaksud memberi pendidikan kepada orang-orang yang dalam keadaan kekurrangan, baik jasmani maupun rohaninya supaya mereka memiliki kehidupan lahir batin yang layak.
Tujuan institusional ini di samping tertulis dalam Undang-Undang biasa terdapat juga dalam buku pedoman kerja (kurikulum) dari tiap-tiap lembaga pendidikan tertentu dan biasanya dirumuskan lebih eksplisit, misalnya dalam buku Pedoman dan Kurikulum SMP sebagai berikut.
“Tujuan Umum Pendidikan di SMP adalah agar lulusan:
a. Menjadi warga Negara yang baik sebagai manusia yang utuh, sehat, kuat lahir dan batin.
b. Menguasai hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di Sekolah Dasar.
c. Memiliki bekal untuk melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Lanjutan Tinggi Atas dan untuk terjun        ke masyarakat.
3.      Tujuan Kurikuler (bidang studi)
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang akan dicapai untuk tiap-tiap bidang studi tertentu, misalnya dalam IPA, Bahasa Indonesia, Matematika, mata pelajaran Bahasa Inggris, dan lain-lain. Setelah anak mengikuti kegiatan kurikuler dalam bidang studi atau mata pelajaran tersebut, mereka diharapkan memiliki kualitas tertentu.
4.      Tujuan Instruksional
Tujuan ini merupakan suatu rumusan yang melukiskan perubahan yang diharapkan dalam diri murid bila ia telah menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu. Kegiatan belajar tersebut berhubungan dengan topik atau sub topik atau unit/subunit dari mata pelajaran tertentu. Tujuan instruksional ini dapat dijabarkan menjadi beberapa hal yaitu sebagai berikut.
a.       Tujuan Istruksional Umum
Tujuan instruksional umum merupakan pernyataan hasil belajar yang diharapkan dimiliki oleh murid-murid, tetapi belum dirumuskan, tetapi belum dirumuskan sekhusus-khususnya dalam  bentuk perubahan tingkah laku murid yang mudah diamati dan tidak menimbulkan bermacam-macam tafsiran.
b.      Tujuan Istruksional Khusus
Tujuan instruksional  khusus adalah reumusan tujuan yang menggunakan istilah yang operasional, dirumuskan dari sudut produkbelajar dan sudut perubahan, tingkah laku anak serta dinyatakan dalam rumusan yang sekhusus mungkin, sehingga tujuan tersebut mudah dinilai.
Sebagai usaha merumuskan tujuan instruksional sekhusus dan sejelas mungkin, sehingga bersifat operasional, dirumuskanlah tujuan-tujuan tersebut dalam bentuk tingkah laku khusus dari anak yang mudah diobservasi dan dievaluasi (behavioral objektive).
Menurut Bloom dalam (,1993:106) mengemukakan adanya tiga macam bidang (domains) dari tingkah laku manusia, yaitu aspek cognitive (pengenalan, pengetahuan), affective (perasaan, penghayatan-nilai, sikap) dan psychomotor (keterampilan).
Selanjutnya pada masing-masing domains masih didiferensiasi menurut intensitasnya. Kedua, sebagai sumber yang membantu perumusan tujuan adalah psikologi belajar atau khususnya teori-teori belajar. Teori-teori belajar yang kita kenal, misalnya:
a.       Teori stimulus dari respons.
Teori stimulus (S) dan Respons (R) sering disebut SAR Bond Teori atau keneksionisme. Yang dimaksud dengan stimulus adalah perangsang atau situasi di luar individu atau organisme. Sedangkan repons ialah reaksi sebagai akibat dari stimulus. S-R menunjukan hubungan antara Stimulus dan Respon, Hubungan antara S-R menjelaskan segala bentuk belajar pada manusia dan binatang.Contoh analisa belajar berdasarkan teori koneksionisme ini adalah sebagai berikut: Misalnya, guru mengatakan, berapa 2 x 2 (=stimulus), maka anak menjawab 4 (=respons). Jasdi, belajar digambarkan sebagai proses asosiasi atau koneksi.
b.      Teori Gestalt
Berlawanan dengan teori assosiasi, teori ini berpendirian, bahwa keseluruhan tidak sama dengan jumlah bagian-bagiannya. Mengubah bagian akan mengubah keseluruhannya. Dalam belajar, keseluruhan situasi belajar itu penting. Belajar adalah interaksi yang kontinu antara organisme atau individu dengan lingkungannya. Hubungan antara organisme dengan lingkunganya tidak statis melainkan dinamis dan senantisa berubah. Sebenarnya tidak pernah terdapat suatu situasi yang berulang tak pernah terdapat ulangan dari situasi yang sama. Situasi dan individu atau organisme tak pernah sama akan tetapi selalu mengalami perubahan. Seorang belajar jika ia mendapatkan suatu insight atau tilikan atau pemahaman dalam suatu situasi yang problematis. Dengan insight dimaksud melihat hubungan antara unsur-unsur dalam situasi itu. Banyak percobaan dilakukan oleh Kohler dengan chimpanse yang menunjukan timbulnya insight pada kera itu pada waktu ia memahami suatu situasi problematis. Apa sebenarnya insight itu belum dipahaminya. Selanjutnya teori ini berpendapat, bahwa dalam proses belajar si pelajar selalu bertindak sebagai keseluruhan yang berusaha mencapai tujuan dengan menggunakan segala pengalamannya. Jadi belajar itu adalah proses perkembangan dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan  merupakan suatu proses yang aktif di mana terjadi suatu interaksi yang kontinu antara organisasi atau individu dengan lingkungannya.
Tujuan kurikulum berdasrkan teori gestalt, misalnya ialah: agar anak dapat memahami suatu konsep, agar anak dapat menganalisa suatu problem, dan sebagainya.
Ketiga, sebagai sumber yang membantu dalam perumusan tujuan adalah pemahaman kita tentang hakikat anak serta realitas hidup kejiwaannya. Anak adalah faktor utama dalam proses pendidikan. Anaka erat hubunganya dengan kurikulum. Anak dapat dianggap sebagai konsumen dari kurikulum atau dapat dikatakan kurikulum merupakan alat untuk membantu perkembangan anak. Kurikulum sekarang disusun berdasrkan orientasi pada sifat hakikat anak. Proses pendidikan sekarang adalah child-oriented. Di dalam proses interaksi antara pelajar dan mengajar, proses belajarlah yang dipentingkan. faktor manusia utama di dalam kelas bukan lagi guru, tetapi murid. Untuk memahami realitas hidup kejiwaan anak, maka sumbangan psikologi perkembangan adalah sangat besar
Beberapa realitas kehidupan jiwa maka, misalnya ialah:
1.      Anak adalah individu yang terus menerus tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaan atau kematangan. Proses perkembangan anak tersebut bersifat kontinu namun cara teoritis proses perkembangan tersebut dapat dibagi-bagi jadi beberapa fase perkembangan. Pada tiap-tiap fase perkembangan terdapat sifat-sifat yang jelas dan berbeda dengan sifat-sifat yang jelas dan berbeda dengan sifat-sifat pada fase lainnya. Namun perlu diingat, bahwa batas antara fase-fase perkembangan tersebut tidak tegas. Perkembangan tetap merupakan proses kontinu. Proses tersebut berlanjut pada individu yang merupakan sifat-sifat atau kemampuan pembawaan (kodrat) dan faktor lingkungan, khususnya lingkunagn pendidikan.
Sebagai contoh pembagaian proses perkembangan menjadi fase-fase perkembangan, adalah pembagian yang dikemukakan oleh Kohnstamm, sebagai berikut:
a)      Masa Vital (0;0-2;0).
b)      Masa Kanak-kanak (2;0-6;0).
c)      Masa Sekolah (6;0-12;0).
d)     Masa Remaja (12;0-18;0).
e)      Masa Transisi dari remaja ke dewasa (18;0-21;0).
f)       Masa Dewasa (21;0-24;0).
Pada tiap-tiap masa perkembangan, sifat-sifat menunjukkan perbedaan dengan sifat-sifat masa perkembangannya.
a)      Anakmerupakan individu, perkembangan anak bukanlah perkembangan bagian, atau fungsi demi fungsi, tetapi merupakan perkembangan yang bulat keseluruhan.
b)      Anak merupakan individu yang berbeda dengan individu yang lain.
c)      Anak adalah individu yang mempunyai motif atau dorongan semua perbuatannya adalah berdasarkan motif untuk mencapai tujuan tertentu.
a.       Keempat, adalah masyarakat sebagai sumber yang membantu perumusan tujuan kurikulum. Kurikulum harus berorientasi pada masyarakat.
Sehubungan dengan pengertian tentang masyarakat tersebut, sekolah mempunyai tiga macam fungsi atau tugas yaitu mewarsikan nilai-nilai kebudayaan masa lalu kepada generasi muda, membahas, meniali secara kritis dan menyeleksi nilai kebudayaan masa kini untuk memberikan kecakapan, keterampilan kepada generasi sekarang agar dapat hidup, produktif dan analisis serta mengembangkan daya cipta untuk memperbaiki keadaan masa kini dan menciptakan keadaan yang lebih baik untuk masa depan.

Kurikulum Dalam Perspektif
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan cukup sentral dalam perkembangan pendidikan, oleh sebab itu dibutuhkan landasan yang kuat dalam pengembangan kurikulum agar pendidikan dapat menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas. Adapun yang menjadi landasan dalam pengembangan kurikulum:
1. Landasan Filosofis
Filsafat membahas segala permasalahan manusia, termasuk pendidikan, yang disebut filsafat pendidikan. Filsafat memberikan arah dan metodologi terhadap praktik-praktik pendidikan, sedangkan praktikpraktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan filosofis. Keduanya sangat berkaitan erat. Hal inilah yang menyebabkan landasan filosofis menjadi landasan penting dalam pengembangan kurikulum.
2. Landasan Psikologis
Dalam proses pendidikan yang tejadi adalah proses interaksi antar individu. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis sebenarnya merupakan karakter psikofisik seseorang sebagai individu yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku interaksi dengan lingkungannya. Dalam pengembangan kurikulum, minimal ada dua landasan psikologi yang mempengaruhinya, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
3. Landasan Sosiologis
Kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Dengan pendidikan diharapkan muncul masyarakat-masyarakat yang tidak asing dengan masyarakat. Dengan pendidikan diharapkan lahir manusiamanusia yang bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakat.oleh sebab itu tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekeyaan dan perkembangan masyarakat.
Komponen Kurikulum
Salah satu fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang pada dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling berkaitan dan berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Komponen merupakan satu sistem dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, sebab kalau satu komponen saja tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Para ahli berbeda pendapat dalam menetapkan komponen-komponen kurikulum. Ada yang mengemukakan 5 komponen kurikulum dan ada yang mengemukakan hanya 4 komponen kurikulum. Untuk mengetahui pendapat para ahli mengenai komponen kurikulum berikut Subandiyah (1993: 4-6) mengemukakan ada 5 komponen kurikulum, yaitu: (1) komponen tujuan; (2) komponen isi/materi; (3) komponen media (sarana dan prasarana); (4) komponen strategi dan; (5) komponen proses belajar mengajar. Sementara Soemanto (1982) mengemukakan ada 4 komponen kurikulum, yaitu: (1) Objective (tujuan); (2) Knowledges (isi atau materi); (3) School learning experiences (interaksi belajar mengajar di sekolah) dan; (4) Evaluation (penilaian). Pendapat tersebut diikuti oleh Nasution (1988), Fuaduddin dan Karya (1992), serta Nana Sudjana (1991: 21). Walaupun istilah komponen yang dikemukakan berbeda, namun pada intinya sama yakni: (1) Tujuan; (2) Isi dan struktur kurikulum; (3) Strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar), dan: (4) Evaluasi.
Kaitan Kurikulum Dengan Pembelajaran
Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, meski berada pada posisi yang berbeda. Saylor menyatakan bahwa kurikulum dan pembelajaran bagaikan Romeo dan Juliet. Artinya, kurikulum tanpa pembelajaran sebagai rencana tidak akan efektif, atau bahkan bias keluar dari tujuan yang telah dirumuskan.
Berikut merupakan gambaran kaitan antara kurikulum dan pembelajaran.
1. Model dualistis, pada model ini, kurikulum dan pembelajaran berdiri sendiri. Kurikulum yang seharusnya memjadi pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran tidak tampak. Begitu juga dengan pembelajaran yang seharusnya dapat dijadikan tolak ukur pencapaian tujuan kurikulum tidak terjadi.
2. Model berkaitan, dalam model ini, kurikulum dengan pembelajaran saling barkaitan. Pada model ini, ada bagian kurikulum yang menjadi bagian dari pembelajaran, begitu juga sebaliknya.
3. Model konsentris, pada model ini, keduanya memiliki hubungan dengan kemungkinan bahwa kurikulum adalah bagian dari pembelajaran atau pembelajaran adalah bagian dari kurikulum.
4. Model siklus, pada model ini, antara kurikulum dan pembelajaran di anggap dua hal yang terpisah namun memiliki hubungan timbal balik. Di satu sisi, kurikulum merupakan rencana tertulis sebagai panduan pelaksanaan pembelajaran, di sisi lain pembelajaran mempengaruhi pada perancangan kurikulum selanjutnya.
3.1  Komponen-Komponen Kurikulum
Bagan disamping ini menggambarkan bahwa system kurikulum terbentuk oleh 4 komponen yaitu, komponen tujuan, isi kurikulum, metode atau strategi, pencapaian tujuan dan komponen evaluasi. Sebagai suatu system,setiap komponen harus saling berkaitan satu sama lain. Manakala salah satu komponen yang terbentuk sister kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya maka sistem kurikulum juga akan terganggu.
1.      Komponen Tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan. Dalam sekala macro rumusan tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau system nilai yang dianut masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan menggambarkan suatu masyarakat yang dicita-citakan.
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur,yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikan diklasifikasikan menjadi 4, yaitu :
a.       Tujuan Pendidikan Nasional ( TPN)
      Tujuan Pendidikan Nasional adalah tujuan yang bersifat paling umum dan merupakan sasaran yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usah pendidikan. Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku yang ideal sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk undan-undang. Secara jelas tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari system nilai pancasila dirumuskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehudupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

b.      Tujuan Institusional ( TI )
      Tujuan Institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setip lembaga pendidikan. Tujuan institusional merupan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, misalnya standar kompetensi pendidikan dasar, menengah, kejuruan, dan jejnjang pendidikan tinggi.

c.       Tujuan Kurikuler ( TK )
      Tujuan Kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang setudi atau mata pelajaran. Tujuan kurikuler juga pada dasarnya merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dpat mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan institusional.

d.      Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran ( TP )
Tujuan Pembelajaran yang merupakn bagian dari tujuan kurikuler,dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan. Karena hanya guru yang memahami kondisi lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang akan melakukan pembelajaran disuatu sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajaran adalah tugas guru.

Menurut Bloom, dalam bukunya yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives yang terbit pada tahun 1965, bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan kedalam 3 klasifikasi atau 3 domain ( bidang ), yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotor.
a.       Domain Kognitif
Domain Kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berfikir seperti kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah. Domain kognitif menurut Bloom terdiri dari 6 tingkatan yaitu :
1.      Pengetahuan ( Knowledge)
Pengetahuan ( knowledge ) adalah kemampuan mengingat dan kemampuan mengingkapkan kembali informasi yang sudah dipelajarinya ( recall ). Kemapuan pengetahuan ini merupakan kemampuan taraf yang paling rendah. Kemampuan dalam bidang kemampuan ini dapat berupa : Pertama, pengetahuan tentang sesuatu yang khusus ; pengetahuan tentang fakta. Pengetahuan mengingat fakta smacam ini sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi. Kedua, pengetahuan tentang cara/ prosedur atau cara suatu proses tertentu.
2.      Pemahaman ( comprehension )
Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami suatu objek atau subjek pembelajaran. Kemampuan untuk memahami akan mungkin terjadi manakala didahului oleh sejumlak pengetahuan ( knowledge ). Oleh sebab itu, pemahaman lebih tinggi ditingkatkanya dari pengetahuan. Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, tetapi berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan, atau kemampuan mengankap makna atau arti suatu konsep. Kemampuan pemahaman ini bisa merupakan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan ataupun kemampuan ekstrapolasi. Kemampuan menjelaskan yakni kesanggupan untuk menjelaskan makna yang terkandung dalam sesuatu, pemahaman menafsirkan sesuatu, dan pemahaman ekstrapolasi.
3.      Penerapan ( application )
Penerapan adalah kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip, prosedur ada situasi tertentu. Kemampuan menerapkan merupakan tujuan kognitif yang lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan pengetahuan dan pemahaman. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan mengamplikasikan suatu bahan pelajaran yang sudah dipelajari seperti teori, rumus-rumus, dalil, hokum,konsep, ide dan lain sebagainya kedalam sesuatu yang lebih konkrit.
4.      Analisis
Analisis adalah kemampuan menguraikan atau memecah suatu bahan pelajaran kedalam bagian-bagian atau unsur-unsur serta hubungn antar bagian bahan itu. Analisis merupakan tujuan pembelajaran yang komplek yang hanya mungkin dipahami dan dikuasai oleh siswa yang telah dapat menguasai kemampuan memahami dan menerapkan. Analisis berhubungan dengan kemampuan nalar. Oleh karena itu biasanya analisis diperuntukan bagi pencapaian tujuan pembelajaran untuk siswa-siswa tingkat atas.

5.      Sintesis
Sintesis adalah kemampuan untuk menghimpun bagian-bagian kedalam suatu keseluruhan yang bermakna, seperti merumuskan tema, rencana atau meliaht hubungan abstrak dari berbagai informasi yang tersedia. Sintesis merupakan kebalikan dari analisis. Kalau analisis mampu menguraikan menjadi bagian-bagian, maka sintesis adalah kemampuan menyatukan unsure atau bagian-bagian menjadi sesuatu yang utuh. Kemampuan menganalisis dan sintesis, merupakan kemampuan dasar untuk dapat mengembangkan atau menciptakan inovasi dan kreasi baru.
6.      Evaluasi
Evaluasi adalah tujuan yang paling tinggi dalam doain kognitif tujuan ini berkenaan dengan kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau kriteria tertentu. Dalam tujuan ini, terkandung pula kemampuan untuk memberikan suatu keputusan dengan berbagi pertimbangan dan ukuran-ukuran tertentu. Untik dapat memiliki kemampuan memberikan penilaian dibutuhkan kemampuan-kemampuan sebelumnya.
Tiga tingkatan tujuan kognitif yang pertama, yaitu pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi, dikatakan sebagai tujuan kognitif tingkat rendah ; sedangkan tiga tingkatan selanjutnya yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi dikatakan sebagai tujuan kognitif tingkat tinggi.
b.      Domain afektif
Domain afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai, dan apresiasi. Domain ini merupakan bidang tujuan pendidikan kelanjutan dari domain kognitif. Artinya, seseorang hanya akan memiliki sikap tertentu terhadap suatu objek manakala telah memiliki kemampuan kognitif tingkat tinggi. Menurut Krathwohl dan kawan-kawan ( 1964 ), dalam bukunya Taxonomi of Educational Objectives : Affective Domain, Domain afektif memiliki tingkatan yaitu :



1.      Penerimaan
Penerimaan adalah sikap kesadaran atau kepekaan seseorang terhadap gejala, kondisi, keadaan atau suatu masalah. Seseorang memiliki perhatian yang positif terhadap gejala-gejala tertentu manakal mereka memiliki kesadaran tentang gejala, kondisi atau kondisi yang ada. Kemudian mereka juga menunjukan kerelaan untuk menerima, bersedia untuk memerhatikan gejala, atau kondisi yang diamatinya itu. Akhirnya, mereka memiliki kemauan untuk mengarahkan segala perhatiannya terhadap objek itu.

2.      Merspon
Merespon atau menanggapi ditunjukan oleh kemauan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan tertentu seperti kemauan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, kemauan untuk mengikuti diskusi, kemauan untuk membantu orang lain dan sebagainya. Respon biasanya diawali dengan diam-diam, kemudian dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kesadaran, setelah itu baru dilakukan dengan penuh kegembiraan dan kepuasan
3.      Menghargai
Tujuan ini berkenaan dengan kemauan untuj memberi penilaian atau kepercayaan kepada gejala atau suatu objek tertentu. Menghargai terdiri dari penerimaan suatu nilai dengan keyakinan tertentu seperti menerima adanya keasan atau persamaan hak antara laki-laki dan perempuan; mengutamakan suatu nilai seperti memiliki keyakinan akan kebenaran suatu ajaran tertentu, serta komitmen akan kebenaran yang diyakininya dengan aktivitas.
4.      Mengorganisasi
Tujuan yang berhubungan dengan organisasi ini berkenaan dengan pengembangan nilai kedalam system organisai tertentu, termasuk hubungan antar nilai dan tingkat prioritas nilai-nilai itu. Tujuan ini terdiri dari mengkonseptualisasikan nilai, yaitu memahami insur-unsur abstrak dari suatu nilai yang dimiliki dengan nilai-nilai yang datang kemudian; serta mengorganisasi suatu system nilai, yaitu nengembangkan suatu system nilai yang saling berhubungan yang konsisten dan bulat dan termasuk nilai-nilai yang lepas-lepas.
5.      Karakterisasi Nilai
Tujuan ini adalah mengadakan sintesis dan internalisasi system nilai dengan pengkajian secara mendalam , sehingga nilai-nilai yang dibangunkannya itu dijadikan pandangan ( falsafah ) hidup serta dijadikan pedoman dalam bertindak dan berperilaku.
c.       Domain Psikomotor
Domain psikomotor adalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan keterampilan atau skill seseorang. Ada tujuh tingkatan yang termasuk kedalam domain ini :
1.      Persepsi ( Perception )
2.      Kesiapan ( Set )
3.      Meniru ( Imitation )
4.      Membiasakan ( habitual )
5.      Menyesuaikan ( Adaptation )
6.      Menciptakan ( Organization )
Persepsi merupanan kemampuan seseorang dalam memandang sesuatu yang dipermasalahkan. Persepsi pada dasarnya hanya mungkin dimiliki oleh seseorang sesuai dengan sikapnya. Kesiapan berhubungan dengan kesediaan seseorng untuk melatih diri tentang keterampilan tertentu yang direfleksikan dengan perilaku-perilaku khusus.
Meniru adalah kemampuan seseorang dalam mempralktekan dalam gerakan-gerakan sesuai dengan contoh yang diamatinya. Kemampuan meniru tidak selamanya diikuti oleh pemahaman tentang pentingnya serta makna gerakan yang dilakukannya.
Kemampuan habitual sudah merupakan kemampuan yang didorong oleh kesadaran dirinya walaupun gerakan yang dilakukannya masih seperti pola yang ada. Baru dalam tahapan berikutnya, yaitu kemampuan yang berhadaptasi gerakan atau kemampuan itu sudah disesuaikan dengan keadaan situasi dan kondisi yang ada.Tahap akhir dari keterampilan ini adalah tahap mengorganisasikan, yakni kemapuan seseorang untuk berkreasi dan mencipta sendiri suatu karya. Tahap ini merupakan tahap puncak dari keseluruhan kemampuan, yang tergambardari kemampuanya menghasilkan sesuatu yang baru.
Tahap akhir dari keterampilan ini adalah tahap mengorganisasikan, yakni kemapuan seseorang untuk berkreasi dan mencipta sendiri suatu karya. Tahap ini merupakan tahap puncak dari keseluruhan kemampuan, yang tergambar dari kemampuanya menghasilkan sesuatu yang baru.

2.      Komponen Isi /Materi Pelajaran
Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut semua aspek baik yang berhubungan dengan pengetahuan atau mteri pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap mta pelajaran yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan siswa. Baik materi maupun aktivitas itu seluruhnya diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.

3.      Komponen Metode/Strategi
Strategi dan metode merupakan komponenketiga dalam pengembangan kurikulum. Komponen ini merupakan komponen yang memiliki peran yang sangat penting, sebab berhubungan dengan implementasi kurikulum. Begitu pula dengan pendapat T. Rakjoni yang mengartikan strategi pembelajaran sebagai pla dan urutan umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
Dari dua pengertian diatas ada dua hal yang pelu diamati, yaitu:
1)      Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan ( rangkaian tindakan ) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan sebagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran.
2)      Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu.
Metode adalah upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode juga digunakan untuk merealisasikan strategiyang telah ditetapkan. Dalam satu strategi pembelajaran digunakan beberapa metode. Strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada a plan of operation achieving something, sedangkan metode adalah a way in achieving something.

Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan ( approach ). Sebenarnya pendekatan berbeda dengan strategi maupun metode. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudutpandangterhadapp proses pembelajaran.
Roy Killer (1998), ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu
1.      Pendekatan yang berpusat pada guru ( tescher centered approaches )
2.      Pendekatan yang berpusat pada siswa( student centered approach )
Rowntree (1974), straregi pembelajaran dibagi atas:
1.      Strategi Exposition dan Strategi Discovery Learning
2.      Strategi Groups dan Individual Learning
4.      Komponen Evaluasi
      Tujuan evaluasi yang komprehensif dapat ditinjau dari tiga dimensi, yakni diemnsi I (formatif-sumatif), dimensi II (proses-produk) dan dimensi iii ( operasi keseluruhan proses kurikulum atau hasil belajar siswa). Dengan adanya tiga dimensi itu, maka dapat diga,mbarkan sebagai kubus. Selain itu dapat lagi kurikulum ditinjau dari segi historis, yakni bagaimanakah kurikulum sebelumnya yang dipandang oleh anteseden.
      Oleh sebab ketiga dimensi itu masing-masing mempunyai dua komponen, maka keseluruhan evaluasi terdiri dari enam komponen yang bertkaitan satu sama lainnya.
a.      Dimensi I
a)      Formatif : evaluasi dilakukan sepanjang oelaksanaan kurikulum. Data dikumpilkan dan dianalisis untuk menemukan masalah serta mengadakan perbaikan sedini mungkin.
b)      Sumatif : proses evaluasi dilakukan pada akhir jangka waktu tertentu, misalnya pada akhir semester , tahun pelajaran atau setelah lima tahun untuk mengetahui evektifitas kurikulum dengan menggunakan semua data yang dikumpulkan selama pelaksanaan dan akhir proses implementasi kurikulum
b.      Dimensi II
a)      Proses : yang dievaluasi ialah metode dan proses dalam pelaksanaan kurikulum. Tujuannya ialah untuk mengetahui metode dan proses yang digunakan dalam implementasi kurikulum. Metode apakah yang digunakan? Apakah tepat penggunaannya? Apakah berhasil baik atau tidak? Kesulitan apa yang dihadapi?
b)      Produk : yang dievaluasi ialah hasil-hasil yang nyata, yang dapat dilihat dari silabus, satuan pelajaran dan alat-alat pelajaran yang dihasilkan oleh guru dan hasil-hasil siswaberupa hasil test, karangan, termasuk tesis, makalah, dan sebagainya.

c.       Dimensi III
a)      Operasi : disini dievaluasi keseluruhan proses pengembangan kurikulum termasuk perencanaan , disain, implementasi, administrasi, pengawasan, pemantauan dan penilaiannya. Juga biaya, staf pengajar, penerimaan siswa,pendeknya seluruh operasi lembaga pendidikan itu
b)     Hasil belajar siswa : disini yang dievaluasi ialah hasil belajar siswa berkenaan dengan kurikulum yang harus dicapai, dinilai berdasarkan standar yang telah ditentukan dengan mempertimbangkan determinan kurikulum, misi lembaga pendidikan serta tuntutan dari pihak konsumen luar

Pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak pernah berakhir ( Olivia, 1988 ). Proses tersebut meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Fungsi evaluasi menurut Scriven ( 1967 ) adalah evaluasi sebagai fingsi sumatif dan evaluasi sebagai fungsi formatif.
Evaluasi sebagai alat untuk meliahat keberhasilan pencpaian tujuan dapt dikelompokan kedalam du jenis, yaitu tes dan non tes.
1.      Tes
Tes digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam aspek kognitif atau tingkat penguasai materi pmbelajaran. Hasil tes biasanya diolah secara kuantitatif. Proses pelaksanaan tes hasil belajar dilakukan setelah berakhir pembahasan satu pokok bahasan, atau setelah selesai satu caturwulan atau satu semester.
a)                  Kriteria Tes sebagai Alat Evaluasi
Sebagai alat ukur dalam proses evaluasi, tes harus memiliki dua kriteria, yaitu kriteria validitas dan reliabilitas. Tes sebagai suatu alat ukur dikatakan memiliki tingkat validitas seandainya dapat mengukur yang hendak diukur. Tidak dikatakan tes memiliki tingkat validitas seandainya yang hendak diukur kemahiran mengoprasikan sesuatu, tetapi yang digunakan adalah te tertulis yang mengukur keterpahaman suatu konsep.
Tes memiliki tingkat reliabilitas atau keandalan jika tes tersebut dapat menghasilkan informasi yang konsisten. Ada beberapa teknik untuk menetukan tingkat reliabilitas tes, yaitu :
a.    Pertama, dengan tes-retes, yaitu dengn mengkorelasikan hasil testing yang pertama dengan hasil testing yang kedua.
b.   Kedua, dengan mengkorelasikan hasil testing antara item ganjil dengan item genap ( idd-even method )
c.    Ketiga, dengan memecah hsil testing menjadi dua bagian, kemudiankeduannya dikorelasikan.

b)                  Jenis-jenis Tes
a.       Berdasarkan jumlah peserta
a)      Tes kelompok adalah tes yang dilakukan terhadap sejumlah siswa secara bersama-sama
b)      Tes individual adalah tes yang dilakukan kepada seorang siswa secara perorangan
b.      Berdasarkan cara penyusunannya
a)      Tes buatan guru disusun untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh guru bersangkutan. Tes buatan guru biasanya tidak terlalu memperhatikan tingkat validitas dan reliabilitas.
b)      Tes standar adalah tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa sehingga berdasarkan kemampuan tes tersebut, tes standar dapat memprediksi keberhasilan belajar siswa pada masa yang akan dating.

c)                  Dilihat dari pelaksanaannya
a.       Tes tertulis adalah tes yang dilakukan dengan cara menjawab sejumlah item soal dengan cara tertulis. Ada dua jenis tes yang termasuk kedalam tes tertulis ini, yaitu tes esai dan tes objektif.
b.      Tes esai adalah bentuk tes dengan cara siswa diminta untuk menjawab pertanyaan secara terbuka yaitu menjelaskan atau menguraikan melalui kalimat yang disusunnya sendiri
c.       Tes objektif adalah bentuk tes yang mengharapkan siswa memilih jawaban yang sudah ditentukan
d.      Tes lisan adalah bentuk tes yang menggunakan bahasa secara lisan. Tes ini bagus untuk menilai kemampuan nalar siswa. Tes lisan hanya mungkin dapat dilakukan manakala jumlah siswa yang dievaluasi sedikit, srta menilai sesuatu yang tidak terlalu luas akan tetapi mendalam.
e.       Tes perbuatan adalah tes dalambentuk peragaan.tes ini cocok manakala kita ingin mengetahui kemampuan dan keterampilan seseorang mengenai sesuatu.
2.      Non Tes
            Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai aspek tingkah laku termasuk sikap, minat, dan motivasi. Ada beberapa jenis non tes sebagai alat evaluasi, diantaranya wawancara, observasi, studi kasus, dan skala penilaian.
a.       Observasi
Observasi adalah teknik penilaian dengan cara mengamati tingkal laku pada situasi tertentu. Ada dua jenis observasi, yaitu observasi partisipatif dan non partisipatif.
1)      Observasi partisipatif adalah observasi yang dilakukan dengan menempatkan observer sebagai bagian dimana observasi itu dilkukan.
2)      Observasi non partisipatif adalah observasi yang dilakukan dengan cara observer murni sebagai pengamat. Artinya, observer dalam melakukan pengamatan tidak aktif sebagai bagian dari itu, akan tetapi ia berperan smata-mata hanya sebagai pengamat saja.
b.      Wawancara
Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang diwawancarai dan yang mewawancarai. Ada dua jenis wawancra, yaitu wawancara langsung dan wawancara tidak langsung.
1)      Wawancara langsung dimna pewawancara melakukan komunikasi dengan subjek yang ingin dievaluasi.
2)      Wawancara tidak langsung dilakukan dimana pewawancara ingin mengumpulkan data subjek melalui perantara.
c.       Studi Kasus
            Studi kasus dilaksanakan untuk mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus-menerus.
d.      Skala Penilaian
            Skala penilaian atau biasa disebut rating scale merupakan salah satu alat penilaian dengan menggunakan skala yang telah disusun dari ujung negatif sampai dengan ujung positif, sehingga pada skala tersebut penilaian tinggal member tanda cek ( V )
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran


















DAFTAR PUSTAKA

http://ismail6033.blogspot.com/2018/01/makalah-kompetensi-guru.html?m=1 (Diakses pada Selasa, 27 Agustus 2019 pukul 19.20)















LAMPIRAN

zona baca

Bahan Ajar Kelas 1 Tema 4 Keluargaku 3 keluarga besarku pembelajaran 4

BAHAN AJAR Tema                 : 4 Keluargaku Subtema            : 3 Keluarga Besarku Pembelajaran    : 4 Tujuan Pembelajaran Dengan ...