PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA
Dibuat sebagai salah satu Tugas mata kuliah Pendidikan
Multikultur
Dosen Pengampu : Arif Widagdo,
S.Pd., M.Pd.
Disusun Oleh :
1.
Syerin Nur Fadila (1401417208)
2.
Ifma Labaqotul Husna (1401418257)
3.
Mohamad Yusuf (1401418263)
4.
Devi Anggraini N (1401418276)
Rombel E
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pembelajaran Berbasis Budaya.”
Makalah
ini disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Pendidikan Multikultur. Makalah
ini berhasil penulis selesaikan tepat waktu sesuai yang direncanakan
berkat bantuan serta dukungan dari berbagai pihak.
Penulis
telah berusaha maksimal untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Namun,
apabila dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan, hal itu karena
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan dalam
menghasilkan makalah pada masa yang akan datang.
Penulis
berharap makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
maupun bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman judul........................................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................................ ii
Daftar Isi ................................................................................................................ iii
BAB I
1.1 Latar
Belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah.............................................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................................ 2
BAB II
2.1 Pengertian Pembelajaran Berbasis Budaya....................................................... 3
2.2 Model Dan Aplikasi
Pembelajaran Berbasis Budaya....................................... 5
2.3 Konteks Pembelajaran Berbasis Budaya........................................................... 6
2.4 Implementasi pembelajaran
berbasis budaya.................................................... 9
2.5 Pembelajaran berbasis budaya........................................................................ 11
2.6 Komponen Pembelajaran Berbasis Budaya..................................................... 12
BAB III
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 15
3.2 Saran ............................................................................................................... 15
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran
berbasis budaya (culture based education)
merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya
ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan
paradigma pembelajaranberbasis budaya lebih dipicu oleh dua arus besar.
Pertama, berangkat dari asumsi modernisme yang telah sampai pada titik
kulminasinya sehingga cenderung membuat manusia untuk kembali kepada hal-hal
yang bersifat natural (alami). Kedua, modernisasi sendiri yang menghendaki
terciptanya demokrasi dalam segala demensi kehidupan manusia. Berangkat dari
hal tersebut, mau tidak mau pembelajaranharus dikelola secara lebih optimal
dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat dengan
muatan value cultur (kebijakan lokal) sebagai bagian dari tujuan isi dari pendidikan.
Sebagai
implikasinya, pembelajaran menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan
partisipasi dan peran karifan sistem nilai budaya di dalamnya. Partisipasi
dalam konteks ini berupa kerjasama antara warga dengan pemerintah dalam
merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikan.
Dalam
makalah ini, akan dibahas mengenai pengertian pembelajaran berbasis budaya,
konteks pembelajaran berbasis budaya, teknologi dan informasi pembelajaran berbasis
budaya, dan implementasi pembelajaran berbasis budaya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Pengertian pembelajaran berbasis
budaya?
2.
Bagaimana Model Dan Aplikasi Pembelajaran
Berbasis Budaya?
3.
Bagaimana konteks
pembelajaran berbasis budaya
4.
Bagaimana implementasi pembelajaran
berbasis budaya?
5.
Bagaimana pembelajaran
berbasis budaya?
6.
Bagaimana Komponen Pembelajaran Berbasis
Budaya?
C. Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan
pengertian pembelajaran berbasis budaya.
2.
Menjelaskan model dan aplikasi pembelajaran
berbasis budaya
3.
Menjelaskan konteks pembelajaran berbasis budaya.
4.
Menjelaskan implementasi
pembelajaran berbasis budaya.
5.
Menjelaskan
pembelajaran berbasis budaya.
6.
Menjelaskan Komponen
Pembelajaran Berbasis Budaya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Berbasis
Budaya
Pembelajaran
berbasis budaya (culture based education) merupakan mekanisme yang memberikan
peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pembelajaran berbasis
budaya lebih dipicu oleh dua arus besar. Pertama, berangkat dari asumsi
modernisme yang telah sampai pada titik kulminasinya sehingga cenderung membuat
manusia untuk kembali kepada hal-hal yang bersifat natural (alami). Kedua,
modernisasi sendiri yang menghendaki terciptanya demokrasi dalam segala dimensi
kehidupan manusia. Berangkat dari hal tersebut, mau tidak mau pembelajaran harus
dikelola secara lebih optimal dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi
partisipasi masyarakat dengan muatan value
cultur (kebijakan lokal) sebagai bagian dari tujuan isi dari pendidikan.
Sebagai
implikasinya, pembelajaran menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan
partisipasi dan peran kearifan sistem nilai budaya di dalamnya. Partisipasi
dalam konteks ini berupa kerjasama antara warga dengan pemerintah dalam
merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikan. Sebagai
sebuah kerja sama, maka masyarakat dengan budayanya diasumsikan mempunyai
aspirasi yang harus diakomodasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu
program pembelajaran yang berpondasi dari akar sistem nilai budayanya sendiri.
Lebih
jauh, era desentralisasi-otonomi juga berdampak pada semakin terbukanya
kebebasan yang dimiliki masyarakat untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran
sesuai kebutuhan sendiri. Akibatnya, upaya-upaya menyelenggarakan pembelajaran berbasis
culture bassed education dewasa ini semakin marak.
Dalam
pandangan tradisional, pembelajaran dipandang sebagai kegiatan yang bertujuan
atau sebagai jalan menuju pencapaian tujuan yang berada di luar proses pembelajaran
itu sendiri. Misalnya pandangan Aristoteles yang melihat pembelajaran sebagai
sarana untuk membantu dalam pencapaian kebahagiaan, kehidupan yang lebih baik,
dan keadaan yang final. Artinya, di sini dipahami bahwa pembelajaran adalah
alat untuk mencapai tujuan, dengan pengandaian bahwa prosesnya terpisah.
Lain
lagi halnya menurut Leo Toltoy, pembelajaran tidak mempunyai sasaran utama di
luar pembelajaran itu sendiri. Justru tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran
adalah berasal dari prosesnya sendiri, yaitu proses bagaimana ”memahami”
realitas yang ada. Dengan demikian, pembelajaran sangat terkait sekali dengan
kebudayaan. Artinya, konsep ini merangkum seluruh nilai dalam budaya masyarakat yang masih eksis.
Dari
paparan tersebut dapat dilihat tidak
disangsikan lagi bahwa kaitan antara pembelajaran dan kebudayaan adalah sangat
mutlak. Pembelajaran adalah “proses” (kebudayaan) manusia untuk mengembangkan
kualitas dirinya menuju arah yang lebih baik.
Pembelajaran
berbasis budaya merupakan perwujudan dari demokratisasi pembelajaran melalui
perluasan pelayanan pembelajaran untuk kepentingan masyarakat. Pembelajaran berbasis
budaya menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar
sepanjang hayat dalam mengatasi segala tantangan kehidupan yang berubah-ubah
dan semakin berat. Secara konseptual, pembelajaran berbasis budaya adalah model
penyelenggaraan pembelajaran yang bertumpu pada prinsip “dari konsep budaya,
digerakkan oleh budaya dan untuk menciptakan budaya baru yang bercorak dan
bernilai lebih dari budaya sebelumnya”.
Pembelajaran
dengan konsep budaya artinya pembelajaran memberikan jawaban dan solusi atas
penciptaan budaya yang didasari oleh kebutuhan masyarakat, tentu dengan tata
nilai dan sistem yang berlaku di dalamnya. Pembelajaran berbudaya artinya
masyarakat sebagai pemilik budaya dengan segala tatanan nilai dan sistemnya
ditempatkan sebagai subjek/pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan. Pada
konteks ini, semua unsur yang melingkupi masyarakat dapat berperan aktif dalam
terciptanya sebuah budaya yang melingkupi masyarakat itu sendiri.
Indonesia
sebagai negara yang cukup potensial dalam perkembangan pembelajaran tentu saja
harus bisa menyesuaikan dengan kondisi kekinian. Keniscayaan akan format pembelajaranyang
lebih banyak sudah menjadi “kewajiban” kita bersama dalam usaha
merealisasikannya. Melakukan suatu usaha pembebasan terhadap pembelajaran yang
selama ini banyak diwarnai nilai-nilai yang meng-hegemoni kreativitas berpikir
anak didik, telah mengharuskan kita berusaha merubah sembari berusaha
memberikan konsep baru tentang pembelajaran yang sebenarnya. Memberikan peluang
sepenuhnya kepada anak didik dalam rangka mengembangkan kemampuan sesuai dengan
talentanya. Hal tersebut akan berimplikasi positif terhadap pertumbuhan dan
perkembangannya secara alamiah (nature).
B.
Model Dan Aplikasi Pembelajaran Berbasis Budaya
Aplikasi pembelajaran berbasis budaya, berdasarkan pada keunggulannya untuk
membelajarkan tentang bidang ilmu bersamaan dengan membelajarkan siswa tentang
budaya dari komunitasnya telah diaplikasikan antara lain melalui berikut:
1.
Program SUAVE yang dilakukan di California, AS, yaituproram untuk membantu guru
menggunakan benda-benda seni untuk mengajarkan bidang ilmu seperti, Matematika,
IPS, IPA dan Bahasa.
2.
Etno matematika di
Filipina yang dilaksanakan oleh UP College of Baguino, yaitu Discipline of
Mathematics.
3.
Pembelajaran
Science, Environment, Technology and Society (SETS), yaitu pembelajaran terpadu yang membelajarkan siswa untuk memiliki
kemampuan memandang sesuatu secara terintegratif antara sains, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4.
Pembelajaran
Inovatif IPA-TORAY, yaitu suatu program inovasi dalam
pembelajaran IPA (pembelajaran Biologi, Fisika, dan Kimia).
C. Konteks Pembelajaran Berbasis
Budaya
Pembelajaran
merupakan topik yang tidak pernah usai dibicarakan dan didiskusikan. Diskusi
itu pun seolah tidak berujung karena selalu tidak pernah menemukan titik temu
berupa solusi konkrit untuk mengatasi permasalahan pembelajaran di indonesia,
bahkan selalu muncul masalah baru. Namun berbagai pihak, masih terus semangat
memikirkan jalan terbaik bagi sistem pembelajaran di Indonesia. Hal ini memang
wajar mengingat pembelajaranmerupakan hal pokok dalam pengembangan sumber daya
manusia (SDM) dan pembelajaran sangat mempengaruhi tingkat peradaban suatu
bangsa. Ketika pembelajaran gagal, maka suatu negara akan sulit untuk berkembang.
Misalnya saat ini di Indonesia timbul berbagai masalah bangsa yang silih
berganti, maka dapat dikatakan kegagalan pembelajaran juga berperan dalam
terjadinya masalah ini. Ketika korupsi marak terjadi menguras kekayaan bangsa
ini, maka dapat dikatakan bahwa kegagalan pembelajaran untuk membentuk SDM yang
berkarakter dan bermoral sebagai penyebab akan hal itu. Ketika reformasi yang
telah digulirkan sekian tahun belum mampu membuahkan hasil maksimal, maka dapat
dikatakan kegagalan pembelajaran menciptakan masyarakat cerdas sebagai penyebab
akan hal itu. Bahkan ketika saat ini kita masih berdiskusi tentang pendidikan,
dapat dikatakan bahwa hal itu sebagai dampak ketika selama ini pembelajaran belum
mampu meciptakan SDM yang cerdas yang dapat merumuskan sistem pembelajaran yang
ideal untuk indonesia.
Melihat
beberapa fakta di atas dan memandang out put pembelajaran saat ini, dapat
disimpulkan bahwa harus ada reformasi pembelajaran di indonesia. Reformasi
sangat penting sebelum paradigma yang salah semakin menguasai sistem pembelajaran
di indonesia. Konstitusi mengamanatkan bahwa salah satu tujuan bangsa adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu pembelajaran harus diarahkan
untuk mampu mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai perwujudan dari cita-cita
negara itu. Secara demografis, besarnya jumlah penduduk di Indonesia seharusnya
sebagai aset yang menjadi kelebihan dibanding negara lain. Seandainya penduduk
dengan jumlah yang besar itu merupakan SDM yang unggul dan berbudaya, maka
kemajuan pun akan menjadi milik bangsa ini.
1. Integrasi
Pembelajaran dan Kebudayaan
Kebudayaan
adalah unsur fundamental dalam pengembangan pembelajaran secara utuh. Pembelajaran
yang baik tidak serta merta hanya mengembangkan intelektualitas tetapi yang
terpenting intelektualitas yang berbudaya. Sejak didirikannya negara ini, para founding fathers telah memperhitungkan
bahwa pembelajaran merupakan salah satu sarana untuk melihat ragam budaya
nasional, sehingga merevitalisasi pembelajaran harus memasukkan unsur-unsur
nilai budaya yang menjadi penopang kualitas pendidikan. Di Negeri Jepang,
sistem pendidikannya diramu sedemikian baik dengan pengintegrasian sistem pembelajaran
dengan nilai-nilai budaya lokal setempat, tanpa harus memperhitungkan sistem pembelajaran
global, namun kendati demikian ternyata standar pembelajaran Jepang mampu
bersaing dengan kualitas pembelajaran global. Hal ini terjadi karena fokus
pengembangan pembelajaran di Negeri Sakura tersebut dilandasi dengan
pengembangan kebudayaan lokal setempat yang secara otomatis sistem pembelajaran
tersebut menjadi ukuran standar pembelajaran global.
Berbeda
di Indonesia, eksperimen terhadap pembelajaran yang ada selama ini dibajak dari
standar global yang senyata telah membabibutakan penerapan pembelajaran yang
meninggalkan nilai-nilai keaslian budaya lokal. Keaslian pendididikan yang
berbudaya termarjilkan akibat harus mengikuti standar-standar global. Kehadiran
sistem baru dalam pembelajaran yang terbangun lebih banyak memberikan efek
samping yang kurang baik dibandingkan dari manfaatnya, sehingga masalah
kompleksitas peningkatan kualitas pembelajaran saat ini adalah masalah yang
hanya berorientasi pada pengejaran standar global, sehingga kecenderungan pembelajaran
terstigma oleh pengejaran angka semata.
Para
ahli antropologi seperti Theodore Brameld melihat keterkaitan yang sangat erat
antara pendidikan, masyarakat, dan kebudayaan. Antara pembelajaran dan
kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenan
dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Di dalam rumusan mengenai
kebudayaan, telah menjalin ketiga pengertian: manusia, masyarakat, budaya, sebagai tiga dimensi dari hal yang
bersamaan. Oleh sebab itu, pembelajaran tidak dapat terlepas dari kebudayaan
dan hanya dapat terlaksana dalam suatu masyarakat. Apabila kebudayaan mempunyai
tiga unsur penting yaitu kebudayaan sebagai suatu tata kehidupan (order),
kebudayaan sebagai suatu proses, dan kebudayaan yang mempunyai suatu visi
tertentu (goals), maka pembelajaran dalam rumusan tersebut adalah sebenarnya
proses pembudayaan. Dengan demikian tidak ada proses suatu pembelajarantanpa
kebudayaan dan tanpa masyarakat, dan sebaliknya tidak ada suatu kebudayaan
dalam pengertian suatu proses tanpa pendidikan, dan proses kebudayaan dan pembelajaran
hanya dapat terjadi dalam hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat
tertentu. Betapa suatu kebudayaan tanpa adanya proses pembelajaran berarti
kemungkinan kebudayaan tersebut punah. Pembelajaran yang terlepas dari
kebudayaan akan menyebabkan alienasi dari subjek yang dididik.
2. Kebudayaan
Untuk Pendidikan
Kebudayaan
yang menjadi roh pembelajaran adalah kebudayaan dalam tataran nilai. Kebudayaan
tersebut bukanlah kebudayaan yang statis, namun responsif-evaluatif dengan
unsur yang terkandung di dalamnya. Koentjaraningrat merumuskan tujuh unsur
kebudayaan: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi
kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian
hidup, dan sistem teknologi dan peralatan. Dengan demikian memisahkan pembelajaran
dari kebudayaan merupakan suatu kebijakan yang merusak perkembangan kebudayaan
sendiri, malahan mengkhianati keberadaan proses pembelajaran sebagai proses
pembudayaan. Nilai-nilai budaya yang menjadi roh pembelajaran merupakan nilai
luhur yang telah hidup di msyarakat. Di sana terdapat pesan hidup, pesan moral
sehingga tercipta masyarakat yang berkarakter. Unsur universal dan nilai budaya
terdapat dalam bahasa, teknologi, organisasi sosial, sistem pengetahuan dan
kesenian. Di bidang teknologi misalnya, kita dapat melihat
peninggalan-peninggalan sejarah dan arsitektur tradisional seperti berbagai
rumah adat. Organisasi sosial dapat kita lihat di dalam organisasi yang masih
hidup seperti sistem subak di Bali. Di dalam bidang kesenian misalnya terdapat
berbagai tekstil seperti batik.
Apabila
kebudayaan menjadi roh pendidikan, maka pembelajaranpun akan mampu menjawab
permasalahan dalam masyarakat karena yang dipelajari bersumber dari masyarakat
itu sendiri. Misalnya saat ini untuk menentukan cara becocok tanam yang baik di
Indonesia kita malah mengadopsi teori pertanian dari Jepang yang belum tentu
sesuai dengan keadaan di indonesia.
3. Pembelajaran
Untuk Kebudayaan
Ketika
pembelajaran diintegrasikan dengan kebudayaan maka terdapat manfaat timbal
balik. Misalnya pembelajaran mengajarkan nilai-nilai budaya dalam seni budaya
seperti tarian, dongeng dan lain sebagainya maka secara otomatis tindakan
tersebut juga sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya.
D. Implementasi Pembelajaran Berbasis Budaya
Konsep
pembelajaran berbasis budaya adalah pembelajaran yang diselenggarakan untuk
memenuhi standar nasional pembelajaran yang diperkaya dengan keunggulan komparatif
dan kompetitif berdasar nilai-nilai luhur budaya agar peserta didik secara
aktif dapat mengembangkan potensi diri sehingga menjadi manusia yang unggul,
cerdas, visioner, peka terhadap lingkungan dan keberagaman budaya, serta
tanggap terhadap perkembangan dunia.
Standar
mutu pembelajaran berbasis budaya mencakup
1. Standar
isi: memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum pembelajaran berbasis budaya
yang mengintegrasikan muatan nilai luhur budaya dengan ilmu pengetahuan,
pendidikan, teknologi, humaniora,
kesenian, olahraga dan kegiatan sosial.
2. Standar
proses: mengedepankan partisipasi aktif peserta didik dengan memperhatikan
keunikan pribadi, nilai kebebasan berkreasi, kesopanan, ketertiban,
kebahagiaan, kebersamaan, keadilan, dan saling menghormati.
3. SKL:
Standar kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sikap, pengetahuan, dan keterampilan diatur
dengan Peraturan Gubernur.
4. Standar
pendidik dan tenaga kependidikan: memenuhi prinsip profesionalitas dan memahami
nilai luhur budaya wajib mengembangkan pemahaman dan menerapkan nilai luhur
budaya. Pendidik dan tenaga kepembelajaran yang tidak melaksanakan kewajiban
mengembangkan pemahaman dan menerapkan nilai luhur budaya dikenai sanksi
administratif.
5. Standar
sarpras: meliputi SNP sebagai standar pelayanan minimal ditambah dengan sarana
dan prasarana untuk mendukung terlaksananya pembelajaran berbasis budaya.
Penyediaan sarpras merupakan tanggung jawab Pemda untuk mendukung terlaksananya
pembelajaran berbasis budaya pada
·
Rintisan sekolah
bertaraf internasional
·
sekolah bertaraf internasional.
·
Pembelajaran khusus.
Pemda
membantu penyediaan sarana dan prasarana untuk mendukung terlaksananya pembelajaran
berbasis budaya. Pemda melaksanakan pengawasan terhadap bantuan sarana dan
prasarana.
6. Standar
Pengelolaan Pendidikan: Standar pengelolaan pembelajaran digunakan untuk
kerangka dasar tata kelola pembelajaran di jalur formal, nonformal dan informal
berbasis budaya. Pengelolaan satuan pembelajaran jalur formal dilakukan melalui
jenjang pembelajaran dasar dan menengah dengan menerapkan manajemen berbasis
sekolah. Pengelolaan satuan pembelajaran jalur nonformal dilakukan dengan
menerapkan manajemen berbasis masyarakat. Pengelolaan pembelajaran informal
dikelola secara mandiri oleh keluarga dan/atau lingkungan masyarakat.
7. Standar
Pembiayaan: Standar pembiayaan terdiri atas biaya investasi, biaya operasional
dan biaya personal.
·
Pemda
bertanggung jawab terhadap pembiayaan untuk mendukung terlaksananya pembelajaran
layanan khusus sesuai dengan kewenangannya. Pemda membantu pembiayaan untuk
mendukung terlaksananya pembelajaran berbasis budaya pada satuan pembelajaran di
jalur formal, nonformal, dan informal yang diselenggarakan masyarakat.
·
Pemda
melaksanakan pengawasan terhadap bantuan pembiayaan.
8. Standar
Penilaian: Penilaian pembelajaran meliputi:
mekanisme; prosedur; dan instrumen penilaian hasil belajar peserta
didik. Penilaian dilaksanakan dengan pendekatan evaluasi berkesinambungan dan
evaluasi otentik dengan menggunakan berbagai metode. Evaluasi berkesinambungan
adalah evaluasi hasil belajar yang diikuti dengan tindak lanjutnya, data hasil
evaluasi belajar dimanfaatkan sebagai bahan untuk menyempurnakan program
pembelajaran, memperbaiki kelemahan-kelemahan pembelajaran, dan kegiatan
bimbingan belajar pada peserta didik yang memerlukannya. Evaluasi otentik
adalah evaluasi yang berbasis kompetensi, peserta didik bisa dikatakan belajar
dengan benar dan baik bila sudah bisa
mengimplementasikan hasil belajar dan mengaplikasikan keterampilannya dalam
kehidupan sehari-hari. Fokus pelaksanaan evaluasi otentik antara lain: mengevaluasi kemampuan peserta didik untuk
menganalisis materi pembelajaran dan kejadian di sekitarnya, mengevaluasi
kemampuan peserta didik untuk mengintegrasikan apa yang telah dipelajari,
kreativitas, kemampuan kerja sama, dan
kemampuan mengekspresikan secara lisan dan praktik.
E. Pembelajaran Berbasis Budaya
Pembelajaran
berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan
perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari
proses pembelajaran. Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah
metode bagi siswa untuk mentrasformasikan hasil observasi mereka ke dalam
bentuk-bentuk dan prinsip-prinsip yang kreatif tentang alam sehingga peran
siswa bukan sekedar meniru atau menerima saja informasi, tetapi berperan
sebagai penciptaan makna, pemahaman dan arti dari informasi yang diperolehnya.
Pembelajaran berbasis budaya dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1.
Belajar tentang
Budaya (Menempatkan Budaya sebagai Bidang Ilmu)
Proses
belajar tentang budaya, sudah cukup dikenal selama ini, misalnya mata pelajaran
kesenian dan kerajinan tangan, seni dan sastra, seni suara, melukis atau
menggambar, seni musik, seni drama, tari dan lain-lain. Budaya dipelajari dalam
satu mata pelajaran khusus, tentang budaya. Mata pelajaran tersebut tidak
terintegrasi dengan mata pelajaran lain, dan tidak berhubungan satu sama lain.
2.
Belajar dengan
Budaya
Dalam
belajar dengan budaya maka budaya dan perwujudannya media pembelajaran dalam
proses belajar, menjadi konteks dan contoh-contoh tentang konsep atau prinsip
dalam suatu mata pelajaran, menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur
dalam suatu mata pelajaran.
3.
Belajar melalui
Budaya
Belajar
melalui budaya merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang diciptakannya dalam suatu mata
pelajaran melalui ragam perwujudan budaya. Belajar melalui budaya merupakan
salah satu bentuk multiple representation
of learning assessment atau bentuk penilaian pemahaman dalam beragam
bentuk.
F. Komponen Pembelajaran Berbasis
Budaya
Pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi pembelajaran yang berbeda
dari strategi pembelajaran yang berbasiskan bidang studi yang biasa digunakan
oleh para guru di banyak sekolah.
1. Substansi
(Materi) dan Kompetensi Bidang Ilmu
Pemahaman terpadu sebagai hasil pembelajaran berbasis budaya
mempersyaratkan adanya penciptaan makna oleh siswa atas substansi bidang ilmu
dan konteksnya. Konteks dalam hal ini adalah komunitas budaya. Substansi
meliputi:
·
Content knowledge, yaitu konsep dan prinsip dalam bidang ilmu.
·
Inquiry and promlem
solving knowledge, yaitu pengetahuan tentang proses
penemuan dan proses penyelesaian masalah dalam bidang ilmu.
·
Epistemic knowledge, yaitu pengetahuan tentang aturan main yang berlaku dalam bidang ilmu.
2. Kebermaknaan
dan Proses Pembelajaran
·
Tugas yang bermakna
bersifat kontekstual karena dirancang dari pengetahuan dan
pengalaman awal siswa berdasarkan contoh-contoh dan penerapan aktivitas
sehari-hari pada konteks komunitas budayanya.
·
Interaksi aktif, yang merupakan sarana terjadinya proses negoisasi dalam penciptaan arti
atau interaksi harus bermakna bagi siswa dan memfasilitasi terjadinya proses
penciptaan makna. Terdapat beragam metode yang dapat dirancang dalam
pembelajaran berbasis budaya, antara lain:
a.
Pembelajaran melalui
proyek
b.
Pembelajaran
berbasis masalah
·
Penjelasan dan
penerapan bidang ilmu secara kontekstual. Dalam penjelasan dan penerapan bidang
ilmu secara kontekstual guru maupun siswa bertumpu pada pengalaman dan
pengetahuan awal siswa dalam konteks komunitas budaya sebagai titik awal proses
belajar.
·
Pemanfaatan berbagai
sumber belajar. Dalam pembelajaran berbasis budaya, pemanfaatan berbagai sumber
belajar mencakup pemanfaatan bahasa sebagai alat komunikasi ide dan pemanfaatan
komunikasi budaya sebagai konteks proses pembelajaran.
3. Penilaian
Hasil Belajar
Beragam teknik dan alat ukur hasil belajar digunakan dalam pembelajaran
berbasis budaya yang pada dasarnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam
upaya siswa untuk menunjukkan keberhasilan dalam belajar dengan penciptaan
makna dan pemahaman terpadu, siswa dapat menggunakan beragam perwujudan,
misalnya poster, puisi, catatan harian, laporan, tarian, lukisan, dan ukiran.
4. Peran
Budaya
Budaya dalam berbagai perwujudannya secara instrumental dapat berfungsi
sebagai media pembelajaran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran berbasis
budaya, peran budaya dalam memberikan suasana baru yang menarik untuk
mempelajari suatu bidang ilmu yang dipadukan secara interaksi aktif dalam
proses pembelajaran.
Sebagaimana telah dikemukakan, dalam
pembelajaran berbasis budaya, budaya dapat berperan dalam belajar
tentang budaya, belajar dengan budaya, dan belajar melalui budaya. Belajar tentang budaya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Belajar
dengan budaya terjadi pada saat budaya diperkenalkan kepada siswa
sebagai cara atau metode untuk mempelajari bidang ilmu. Belajar dengan budaya
meliputi pemanfaatan beragam bentuk perwujudan budaya. Belajar melalui
budayamerupakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang diciptakannya dalam suatu mata
pelajaran melalui ragam perwujudan budaya. Belajar melalui budaya merupakan salah
satu bentuk multiple representation of learning assessment, atau
bentuk penilaian pemahaman dalam beragam bentuk.
Pada akhirnya, jika siswa telah mampu
menguasai bidang ilmu secara kontekstual dalam komunitas budayanya, maka
komunitas budaya menjadi konteks dan kerangka berpikir untuk menerapkan beragam
pengetahuan dan keterampilan ilmiah bidang ilmu sebagai alat pemecahan masalah
serta alat pengembangan komunitas budayanya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kehidupan manusia akan selalu berkembang. Manusia senantiasa untuk selalu
belajar, karena dengan belajar manusia akan mendapatkan pengetahuan yang luas
yang berguna untuk dirinya. Disamping belajar manusia juga memiliki nilai-nilai
luhur yang menjadi pedoman hidup dan bertingkah laku sekaligus menjadi ciri
khas dirinya. Manusia selalu menjaga budaya yang telah turun temurun diberikan
untuk dilestarikan. Dalam hal ini bahwa disamping manusia belajar, manusia juga
berupaya menjaga budayanya dan berpedoman pada budaya dalam hidup serta bertingkah
laku. Adanya trobosan baru dalam dunia pendidikan melalui strategi pendidikan
berbasis budaya dapat membuat manusia sebagai manusia yang tidak hanya belajar
tetapi juga mengamalkan nilai-nilai budayanya sehingga dapat mencetak generasi
muda yang tidak hanya cerdas dalam akademik melainkan menjadi manusia yang
berbudaya. Oleh sebab itu, pendidikan berbasis budaya ini harus dikembangkan
melalui berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh guru, orang tua serta
masyarakat.
3.2 SARAN
Dalam penulisan makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran yang yang membangun dari semua pihak,
agar dapat menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi
pembaca serta dunia pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Gering Supriyadi, 2003, Budaya
Kerja Pegawai Negeri Sipil, Lembaga Administrasi
Negara, Jakarta.
M. Zainudin dan Susy Puspitasari, 2005, Strategi
Peningkatan Kualitas Pendidikan
Tinggi, Edisi Revisi,
PAU-PPAI Universitas Terbuka, Jakarta
Paulina Pannen, 2005, Pembelajaran Orang Dewasa, Edisi
Revisi, PAU-PPAI
Universitas Terbuka, Jakarta
R Ibrahim dan Nana Syaodih S., 1996, Perencanaan Pengajaran,
Rineka Cipta, Jakarta.
Sarbiran. Tanpa tahun. Pedoman Penelitian Tindakan Untuk
Tenaga Kependidikan.
Depdikbud. Jakarta.
Soetarno, 2004, Ragam Budaya Indonesia, Direktorat
Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi - Dirjen Dikti -
Depdiknas, Jakarta.
Suciati, 2001, Motivasi dan Teori
Belajar, Edisi Revisi, PAU-PPAI Universitas Terbuka,
Jakarta 2004, Pedoman
Pengintegrasian Pembelajaran Berbasis Budaya dalam
Pembelajaran,
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan
Ketenagaan Perguruan Tinggi - Dirjen Dikti –Depdiknas,
Jakarta.
No comments:
Post a Comment