Monday, September 14, 2020

PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA

 


 


 

PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA

 

Dibuat sebagai salah satu Tugas mata kuliah Pendidikan Multikultur

Dosen Pengampu : Arif Widagdo, S.Pd., M.Pd.

 

Disusun Oleh :

1.      Syerin Nur Fadila                    (1401417208)             

2.      Ifma Labaqotul Husna            (1401418257)

3.      Mohamad Yusuf                     (1401418263)

4.      Devi Anggraini N                   (1401418276)

 

Rombel E

 

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2020

 

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah  yang berjudul “Pembelajaran Berbasis Budaya.”

Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Pendidikan Multikultur.  Makalah  ini berhasil penulis selesaikan tepat waktu sesuai yang direncanakan berkat bantuan serta dukungan dari berbagai pihak.

Penulis telah berusaha maksimal untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Namun, apabila dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan, hal itu karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan dalam menghasilkan makalah pada masa yang akan datang.

Penulis berharap makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca pada umumnya.

 

 

 

Penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

Halaman judul........................................................................................................... i

Kata Pengantar........................................................................................................ ii

Daftar Isi ................................................................................................................ iii

BAB I

1.1  Latar Belakang................................................................................................... 1

1.2  Rumusan Masalah.............................................................................................. 2

1.3  Tujuan................................................................................................................ 2

 

BAB II

2.1  Pengertian Pembelajaran Berbasis Budaya....................................................... 3

2.2  Model Dan Aplikasi Pembelajaran Berbasis Budaya....................................... 5

2.3  Konteks Pembelajaran Berbasis Budaya........................................................... 6

2.4  Implementasi pembelajaran berbasis budaya.................................................... 9

2.5  Pembelajaran berbasis budaya........................................................................ 11

2.6 Komponen Pembelajaran Berbasis Budaya..................................................... 12

 

BAB III

3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 15

3.2 Saran  ............................................................................................................... 15

Daftar Pustaka                       

 


BAB I
PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran berbasis budaya (culture based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pembelajaranberbasis budaya lebih dipicu oleh dua arus besar. Pertama, berangkat dari asumsi modernisme yang telah sampai pada titik kulminasinya sehingga cenderung membuat manusia untuk kembali kepada hal-hal yang bersifat natural (alami). Kedua, modernisasi sendiri yang menghendaki terciptanya demokrasi dalam segala demensi kehidupan manusia. Berangkat dari hal tersebut, mau tidak mau pembelajaranharus dikelola secara lebih optimal dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat dengan muatan value cultur (kebijakan lokal) sebagai bagian dari tujuan isi dari pendidikan.

Sebagai implikasinya, pembelajaran menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi dan peran karifan sistem nilai budaya di dalamnya. Partisipasi dalam konteks ini berupa kerjasama antara warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikan.

Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai pengertian pembelajaran berbasis budaya, konteks pembelajaran berbasis budaya, teknologi dan informasi pembelajaran berbasis budaya, dan implementasi pembelajaran berbasis budaya.

 

B. Rumusan Masalah

1.        Bagaimana Pengertian pembelajaran berbasis budaya?

2.        Bagaimana Model Dan Aplikasi Pembelajaran Berbasis Budaya?

3.        Bagaimana konteks pembelajaran berbasis budaya

4.        Bagaimana implementasi pembelajaran berbasis budaya?

5.        Bagaimana pembelajaran berbasis budaya?

6.        Bagaimana Komponen Pembelajaran Berbasis Budaya?

 

C. Tujuan Penulisan

1.         Menjelaskan pengertian pembelajaran berbasis budaya.

2.         Menjelaskan model dan aplikasi pembelajaran berbasis budaya

3.         Menjelaskan  konteks pembelajaran berbasis budaya.

4.         Menjelaskan implementasi pembelajaran berbasis budaya.

5.         Menjelaskan pembelajaran berbasis budaya.

6.         Menjelaskan Komponen Pembelajaran Berbasis Budaya


BAB II
PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Pembelajaran Berbasis Budaya

Pembelajaran berbasis budaya (culture based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pembelajaran berbasis budaya lebih dipicu oleh dua arus besar. Pertama, berangkat dari asumsi modernisme yang telah sampai pada titik kulminasinya sehingga cenderung membuat manusia untuk kembali kepada hal-hal yang bersifat natural (alami). Kedua, modernisasi sendiri yang menghendaki terciptanya demokrasi dalam segala dimensi kehidupan manusia. Berangkat dari hal tersebut, mau tidak mau pembelajaran harus dikelola secara lebih optimal dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat dengan muatan value cultur (kebijakan lokal) sebagai bagian dari tujuan isi dari pendidikan.

Sebagai implikasinya, pembelajaran menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi dan peran kearifan sistem nilai budaya di dalamnya. Partisipasi dalam konteks ini berupa kerjasama antara warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikan. Sebagai sebuah kerja sama, maka masyarakat dengan budayanya diasumsikan mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu program pembelajaran yang berpondasi dari akar sistem nilai budayanya sendiri.

Lebih jauh, era desentralisasi-otonomi juga berdampak pada semakin terbukanya kebebasan yang dimiliki masyarakat untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran sesuai kebutuhan sendiri. Akibatnya, upaya-upaya menyelenggarakan pembelajaran berbasis culture bassed education dewasa ini semakin marak.

 

Dalam pandangan tradisional, pembelajaran dipandang sebagai kegiatan yang bertujuan atau sebagai jalan menuju pencapaian tujuan yang berada di luar proses pembelajaran itu sendiri. Misalnya pandangan Aristoteles yang melihat pembelajaran sebagai sarana untuk membantu dalam pencapaian kebahagiaan, kehidupan yang lebih baik, dan keadaan yang final. Artinya, di sini dipahami bahwa pembelajaran adalah alat untuk mencapai tujuan, dengan pengandaian bahwa prosesnya terpisah.

Lain lagi halnya menurut Leo Toltoy, pembelajaran tidak mempunyai sasaran utama di luar pembelajaran itu sendiri. Justru tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran adalah berasal dari prosesnya sendiri, yaitu proses bagaimana ”memahami” realitas yang ada. Dengan demikian, pembelajaran sangat terkait sekali dengan kebudayaan. Artinya, konsep ini merangkum seluruh nilai  dalam budaya masyarakat yang masih eksis.

Dari paparan tersebut  dapat dilihat tidak disangsikan lagi bahwa kaitan antara pembelajaran dan kebudayaan adalah sangat mutlak. Pembelajaran adalah “proses” (kebudayaan) manusia untuk mengembangkan kualitas dirinya menuju arah yang lebih baik.

Pembelajaran berbasis budaya merupakan perwujudan dari demokratisasi pembelajaran melalui perluasan pelayanan pembelajaran untuk kepentingan masyarakat. Pembelajaran berbasis budaya menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengatasi segala tantangan kehidupan yang berubah-ubah dan semakin berat. Secara konseptual, pembelajaran berbasis budaya adalah model penyelenggaraan pembelajaran yang bertumpu pada prinsip “dari konsep budaya, digerakkan oleh budaya dan untuk menciptakan budaya baru yang bercorak dan bernilai lebih dari budaya sebelumnya”.

Pembelajaran dengan konsep budaya artinya pembelajaran memberikan jawaban dan solusi atas penciptaan budaya yang didasari oleh kebutuhan masyarakat, tentu dengan tata nilai dan sistem yang berlaku di dalamnya. Pembelajaran berbudaya artinya masyarakat sebagai pemilik budaya dengan segala tatanan nilai dan sistemnya ditempatkan sebagai subjek/pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan. Pada konteks ini, semua unsur yang melingkupi masyarakat dapat berperan aktif dalam terciptanya sebuah budaya yang melingkupi masyarakat itu sendiri.

Indonesia sebagai negara yang cukup potensial dalam perkembangan pembelajaran tentu saja harus bisa menyesuaikan dengan kondisi kekinian. Keniscayaan akan format pembelajaranyang lebih banyak sudah menjadi “kewajiban” kita bersama dalam usaha merealisasikannya. Melakukan suatu usaha pembebasan terhadap pembelajaran yang selama ini banyak diwarnai nilai-nilai yang meng-hegemoni kreativitas berpikir anak didik, telah mengharuskan kita berusaha merubah sembari berusaha memberikan konsep baru tentang pembelajaran yang sebenarnya. Memberikan peluang sepenuhnya kepada anak didik dalam rangka mengembangkan kemampuan sesuai dengan talentanya. Hal tersebut akan berimplikasi positif terhadap pertumbuhan dan perkembangannya secara alamiah (nature).

 

B. Model Dan Aplikasi Pembelajaran Berbasis Budaya

Aplikasi pembelajaran berbasis budaya, berdasarkan pada keunggulannya untuk membelajarkan tentang bidang ilmu bersamaan dengan membelajarkan siswa tentang budaya dari komunitasnya telah diaplikasikan antara lain melalui berikut:

1.      Program SUAVE yang dilakukan di California, AS, yaituproram untuk membantu guru menggunakan benda-benda seni untuk mengajarkan bidang ilmu seperti, Matematika, IPS, IPA dan Bahasa.

2.      Etno matematika di Filipina yang dilaksanakan oleh UP College of Baguino, yaitu Discipline of Mathematics.

3.      Pembelajaran Science, Environment, Technology and Society (SETS), yaitu pembelajaran terpadu yang membelajarkan siswa untuk memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegratif antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4.      Pembelajaran Inovatif IPA-TORAY, yaitu suatu program inovasi dalam pembelajaran IPA (pembelajaran Biologi, Fisika, dan Kimia).

C. Konteks Pembelajaran Berbasis Budaya

Pembelajaran merupakan topik yang tidak pernah usai dibicarakan dan didiskusikan. Diskusi itu pun seolah tidak berujung karena selalu tidak pernah menemukan titik temu berupa solusi konkrit untuk mengatasi permasalahan pembelajaran di indonesia, bahkan selalu muncul masalah baru. Namun berbagai pihak, masih terus semangat memikirkan jalan terbaik bagi sistem pembelajaran di Indonesia. Hal ini memang wajar mengingat pembelajaranmerupakan hal pokok dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan pembelajaran sangat mempengaruhi tingkat peradaban suatu bangsa. Ketika pembelajaran gagal, maka suatu negara akan sulit untuk berkembang. Misalnya saat ini di Indonesia timbul berbagai masalah bangsa yang silih berganti, maka dapat dikatakan kegagalan pembelajaran juga berperan dalam terjadinya masalah ini. Ketika korupsi marak terjadi menguras kekayaan bangsa ini, maka dapat dikatakan bahwa kegagalan pembelajaran untuk membentuk SDM yang berkarakter dan bermoral sebagai penyebab akan hal itu. Ketika reformasi yang telah digulirkan sekian tahun belum mampu membuahkan hasil maksimal, maka dapat dikatakan kegagalan pembelajaran menciptakan masyarakat cerdas sebagai penyebab akan hal itu. Bahkan ketika saat ini kita masih berdiskusi tentang pendidikan, dapat dikatakan bahwa hal itu sebagai dampak ketika selama ini pembelajaran belum mampu meciptakan SDM yang cerdas yang dapat merumuskan sistem pembelajaran yang ideal untuk indonesia.

Melihat beberapa fakta di atas dan memandang out put pembelajaran saat ini, dapat disimpulkan bahwa harus ada reformasi pembelajaran di indonesia. Reformasi sangat penting sebelum paradigma yang salah semakin menguasai sistem pembelajaran di indonesia. Konstitusi mengamanatkan bahwa salah satu tujuan bangsa adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu pembelajaran harus diarahkan untuk mampu mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai perwujudan dari cita-cita negara itu. Secara demografis, besarnya jumlah penduduk di Indonesia seharusnya sebagai aset yang menjadi kelebihan dibanding negara lain. Seandainya penduduk dengan jumlah yang besar itu merupakan SDM yang unggul dan berbudaya, maka kemajuan pun akan menjadi milik bangsa ini.

1.         Integrasi Pembelajaran dan Kebudayaan

Kebudayaan adalah unsur fundamental dalam pengembangan pembelajaran secara utuh. Pembelajaran yang baik tidak serta merta hanya mengembangkan intelektualitas tetapi yang terpenting intelektualitas yang berbudaya. Sejak didirikannya negara ini, para founding fathers telah memperhitungkan bahwa pembelajaran merupakan salah satu sarana untuk melihat ragam budaya nasional, sehingga merevitalisasi pembelajaran harus memasukkan unsur-unsur nilai budaya yang menjadi penopang kualitas pendidikan. Di Negeri Jepang, sistem pendidikannya diramu sedemikian baik dengan pengintegrasian sistem pembelajaran dengan nilai-nilai budaya lokal setempat, tanpa harus memperhitungkan sistem pembelajaran global, namun kendati demikian ternyata standar pembelajaran Jepang mampu bersaing dengan kualitas pembelajaran global. Hal ini terjadi karena fokus pengembangan pembelajaran di Negeri Sakura tersebut dilandasi dengan pengembangan kebudayaan lokal setempat yang secara otomatis sistem pembelajaran tersebut menjadi ukuran standar pembelajaran global.

Berbeda di Indonesia, eksperimen terhadap pembelajaran yang ada selama ini dibajak dari standar global yang senyata telah membabibutakan penerapan pembelajaran yang meninggalkan nilai-nilai keaslian budaya lokal. Keaslian pendididikan yang berbudaya termarjilkan akibat harus mengikuti standar-standar global. Kehadiran sistem baru dalam pembelajaran yang terbangun lebih banyak memberikan efek samping yang kurang baik dibandingkan dari manfaatnya, sehingga masalah kompleksitas peningkatan kualitas pembelajaran saat ini adalah masalah yang hanya berorientasi pada pengejaran standar global, sehingga kecenderungan pembelajaran terstigma oleh pengejaran angka semata.

Para ahli antropologi seperti Theodore Brameld melihat keterkaitan yang sangat erat antara pendidikan, masyarakat, dan kebudayaan. Antara pembelajaran dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenan dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Di dalam rumusan mengenai kebudayaan, telah menjalin ketiga pengertian: manusia, masyarakat,  budaya, sebagai tiga dimensi dari hal yang bersamaan. Oleh sebab itu, pembelajaran tidak dapat terlepas dari kebudayaan dan hanya dapat terlaksana dalam suatu masyarakat. Apabila kebudayaan mempunyai tiga unsur penting yaitu kebudayaan sebagai suatu tata kehidupan (order), kebudayaan sebagai suatu proses, dan kebudayaan yang mempunyai suatu visi tertentu (goals), maka pembelajaran dalam rumusan tersebut adalah sebenarnya proses pembudayaan. Dengan demikian tidak ada proses suatu pembelajarantanpa kebudayaan dan tanpa masyarakat, dan sebaliknya tidak ada suatu kebudayaan dalam pengertian suatu proses tanpa pendidikan, dan proses kebudayaan dan pembelajaran hanya dapat terjadi dalam hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat tertentu. Betapa suatu kebudayaan tanpa adanya proses pembelajaran berarti kemungkinan kebudayaan tersebut punah. Pembelajaran yang terlepas dari kebudayaan akan menyebabkan alienasi dari subjek yang dididik.

2.         Kebudayaan Untuk Pendidikan

Kebudayaan yang menjadi roh pembelajaran adalah kebudayaan dalam tataran nilai. Kebudayaan tersebut bukanlah kebudayaan yang statis, namun responsif-evaluatif dengan unsur yang terkandung di dalamnya. Koentjaraningrat merumuskan tujuh unsur kebudayaan: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan. Dengan demikian memisahkan pembelajaran dari kebudayaan merupakan suatu kebijakan yang merusak perkembangan kebudayaan sendiri, malahan mengkhianati keberadaan proses pembelajaran sebagai proses pembudayaan. Nilai-nilai budaya yang menjadi roh pembelajaran merupakan nilai luhur yang telah hidup di msyarakat. Di sana terdapat pesan hidup, pesan moral sehingga tercipta masyarakat yang berkarakter. Unsur universal dan nilai budaya terdapat dalam bahasa, teknologi, organisasi sosial, sistem pengetahuan dan kesenian. Di bidang teknologi misalnya, kita dapat melihat peninggalan-peninggalan sejarah dan arsitektur tradisional seperti berbagai rumah adat. Organisasi sosial dapat kita lihat di dalam organisasi yang masih hidup seperti sistem subak di Bali. Di dalam bidang kesenian misalnya terdapat berbagai tekstil seperti batik.

Apabila kebudayaan menjadi roh pendidikan, maka pembelajaranpun akan mampu menjawab permasalahan dalam masyarakat karena yang dipelajari bersumber dari masyarakat itu sendiri. Misalnya saat ini untuk menentukan cara becocok tanam yang baik di Indonesia kita malah mengadopsi teori pertanian dari Jepang yang belum tentu sesuai dengan keadaan di indonesia.

3.         Pembelajaran Untuk Kebudayaan

Ketika pembelajaran diintegrasikan dengan kebudayaan maka terdapat manfaat timbal balik. Misalnya pembelajaran mengajarkan nilai-nilai budaya dalam seni budaya seperti tarian, dongeng dan lain sebagainya maka secara otomatis tindakan tersebut juga sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya.

 

D. Implementasi Pembelajaran Berbasis Budaya

Konsep pembelajaran berbasis budaya adalah pembelajaran yang diselenggarakan untuk memenuhi standar nasional pembelajaran yang diperkaya dengan keunggulan komparatif dan kompetitif berdasar nilai-nilai luhur budaya agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi diri sehingga menjadi manusia yang unggul, cerdas, visioner, peka terhadap lingkungan dan keberagaman budaya, serta tanggap terhadap perkembangan dunia.

Standar mutu pembelajaran berbasis budaya mencakup

1.      Standar isi: memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum pembelajaran berbasis budaya yang mengintegrasikan muatan nilai luhur budaya dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, teknologi,  humaniora, kesenian, olahraga dan kegiatan sosial.

2.    Standar proses: mengedepankan partisipasi aktif peserta didik dengan memperhatikan keunikan pribadi, nilai kebebasan berkreasi, kesopanan, ketertiban, kebahagiaan, kebersamaan, keadilan, dan saling menghormati. 

3.    SKL: Standar kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketentuan lebih lanjut mengenai sikap, pengetahuan, dan keterampilan diatur dengan Peraturan Gubernur. 

4.    Standar pendidik dan tenaga kependidikan: memenuhi prinsip profesionalitas dan memahami nilai luhur budaya wajib mengembangkan pemahaman dan menerapkan nilai luhur budaya. Pendidik dan tenaga kepembelajaran yang tidak melaksanakan kewajiban mengembangkan pemahaman dan menerapkan nilai luhur budaya dikenai sanksi administratif. 

5.    Standar sarpras: meliputi SNP sebagai standar pelayanan minimal ditambah dengan sarana dan prasarana untuk mendukung terlaksananya pembelajaran berbasis budaya. Penyediaan sarpras merupakan tanggung jawab Pemda untuk mendukung terlaksananya pembelajaran berbasis budaya pada

·         Rintisan sekolah bertaraf internasional

·          sekolah bertaraf internasional.

·          Pembelajaran khusus.

Pemda membantu penyediaan sarana dan prasarana untuk mendukung terlaksananya pembelajaran berbasis budaya. Pemda melaksanakan pengawasan terhadap bantuan sarana dan prasarana.

6.    Standar Pengelolaan Pendidikan: Standar pengelolaan pembelajaran digunakan untuk kerangka dasar tata kelola pembelajaran di jalur formal, nonformal dan informal berbasis budaya. Pengelolaan satuan pembelajaran jalur formal dilakukan melalui jenjang pembelajaran dasar dan menengah dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah. Pengelolaan satuan pembelajaran jalur nonformal dilakukan dengan menerapkan manajemen berbasis masyarakat. Pengelolaan pembelajaran informal dikelola secara mandiri oleh keluarga dan/atau lingkungan masyarakat. 

7.    Standar Pembiayaan: Standar pembiayaan terdiri atas biaya investasi, biaya operasional dan biaya personal.

·         Pemda bertanggung jawab terhadap pembiayaan untuk mendukung terlaksananya pembelajaran layanan khusus sesuai dengan kewenangannya. Pemda membantu pembiayaan untuk mendukung terlaksananya pembelajaran berbasis budaya pada satuan pembelajaran di jalur formal, nonformal, dan informal yang diselenggarakan masyarakat.

·         Pemda melaksanakan pengawasan terhadap bantuan pembiayaan. 

8.    Standar Penilaian: Penilaian pembelajaran meliputi:  mekanisme; prosedur; dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian dilaksanakan dengan pendekatan evaluasi berkesinambungan dan evaluasi otentik dengan menggunakan berbagai metode. Evaluasi berkesinambungan adalah evaluasi hasil belajar yang diikuti dengan tindak lanjutnya, data hasil evaluasi belajar dimanfaatkan sebagai bahan untuk menyempurnakan program pembelajaran, memperbaiki kelemahan-kelemahan pembelajaran, dan kegiatan bimbingan belajar pada peserta didik yang memerlukannya. Evaluasi otentik adalah evaluasi yang berbasis kompetensi, peserta didik bisa dikatakan belajar dengan benar dan baik  bila sudah bisa mengimplementasikan hasil belajar dan mengaplikasikan keterampilannya dalam kehidupan sehari-hari. Fokus pelaksanaan evaluasi otentik antara lain:  mengevaluasi kemampuan peserta didik untuk menganalisis materi pembelajaran dan kejadian di sekitarnya, mengevaluasi kemampuan peserta didik untuk mengintegrasikan apa yang telah dipelajari, kreativitas,  kemampuan kerja sama, dan kemampuan mengekspresikan secara lisan dan praktik.

 

E. Pembelajaran Berbasis Budaya

Pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran. Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah metode bagi siswa untuk mentrasformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk-bentuk dan prinsip-prinsip yang kreatif tentang alam sehingga peran siswa bukan sekedar meniru atau menerima saja informasi, tetapi berperan sebagai penciptaan makna, pemahaman dan arti dari informasi yang diperolehnya. Pembelajaran berbasis budaya dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1.      Belajar tentang Budaya (Menempatkan Budaya sebagai Bidang Ilmu)

Proses belajar tentang budaya, sudah cukup dikenal selama ini, misalnya mata pelajaran kesenian dan kerajinan tangan, seni dan sastra, seni suara, melukis atau menggambar, seni musik, seni drama, tari dan lain-lain. Budaya dipelajari dalam satu mata pelajaran khusus, tentang budaya. Mata pelajaran tersebut tidak terintegrasi dengan mata pelajaran lain, dan tidak berhubungan satu sama lain.

2.      Belajar dengan Budaya

Dalam belajar dengan budaya maka budaya dan perwujudannya media pembelajaran dalam proses belajar, menjadi konteks dan contoh-contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu mata pelajaran, menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran.

3.      Belajar melalui Budaya

Belajar melalui budaya merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang diciptakannya dalam suatu mata pelajaran melalui ragam perwujudan budaya. Belajar melalui budaya merupakan salah satu bentuk multiple representation of learning assessment atau bentuk penilaian pemahaman dalam beragam bentuk.

 

F. Komponen Pembelajaran Berbasis Budaya

Pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi pembelajaran yang berbeda dari strategi pembelajaran yang berbasiskan bidang studi yang biasa digunakan oleh para guru di banyak sekolah.

1.         Substansi (Materi) dan Kompetensi Bidang Ilmu

Pemahaman terpadu sebagai hasil pembelajaran berbasis budaya mempersyaratkan adanya penciptaan makna oleh siswa atas substansi bidang ilmu dan konteksnya. Konteks dalam hal ini adalah komunitas budaya. Substansi meliputi:

·         Content knowledge, yaitu konsep dan prinsip dalam bidang ilmu.

·         Inquiry and promlem solving knowledge, yaitu pengetahuan tentang proses penemuan dan proses penyelesaian masalah dalam bidang ilmu.

·         Epistemic knowledge, yaitu pengetahuan tentang aturan main yang berlaku dalam bidang ilmu.

2.         Kebermaknaan dan Proses Pembelajaran

·      Tugas yang bermakna bersifat kontekstual karena dirancang dari pengetahuan dan pengalaman awal siswa berdasarkan contoh-contoh dan penerapan aktivitas sehari-hari pada konteks komunitas budayanya.

·      Interaksi aktif, yang merupakan sarana terjadinya proses negoisasi dalam penciptaan arti atau interaksi harus bermakna bagi siswa dan memfasilitasi terjadinya proses penciptaan makna. Terdapat beragam metode yang dapat dirancang dalam pembelajaran berbasis budaya, antara lain:

 

a.         Pembelajaran melalui proyek

b.        Pembelajaran berbasis masalah

·      Penjelasan dan penerapan bidang ilmu secara kontekstual. Dalam penjelasan dan penerapan bidang ilmu secara kontekstual guru maupun siswa bertumpu pada pengalaman dan pengetahuan awal siswa dalam konteks komunitas budaya sebagai titik awal proses belajar.

·      Pemanfaatan berbagai sumber belajar. Dalam pembelajaran berbasis budaya, pemanfaatan berbagai sumber belajar mencakup pemanfaatan bahasa sebagai alat komunikasi ide dan pemanfaatan komunikasi budaya sebagai konteks proses pembelajaran.

3.         Penilaian Hasil Belajar

Beragam teknik dan alat ukur hasil belajar digunakan dalam pembelajaran berbasis budaya yang pada dasarnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam upaya siswa untuk menunjukkan keberhasilan dalam belajar dengan penciptaan makna dan pemahaman terpadu, siswa dapat menggunakan beragam perwujudan, misalnya poster, puisi, catatan harian, laporan, tarian, lukisan, dan ukiran.

4.         Peran Budaya

Budaya dalam berbagai perwujudannya secara instrumental dapat berfungsi sebagai media pembelajaran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran berbasis budaya, peran budaya dalam memberikan suasana baru yang menarik untuk mempelajari suatu bidang ilmu yang dipadukan secara interaksi aktif dalam proses pembelajaran.

            Sebagaimana telah dikemukakan, dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya dapat berperan dalam belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, dan belajar melalui budaya. Belajar tentang budaya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Belajar dengan budaya terjadi pada saat budaya diperkenalkan kepada siswa sebagai cara atau metode untuk mempelajari bidang ilmu. Belajar dengan budaya meliputi pemanfaatan beragam bentuk perwujudan budaya. Belajar melalui budayamerupakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang diciptakannya dalam suatu mata pelajaran melalui ragam perwujudan budaya. Belajar melalui budaya merupakan salah satu bentuk multiple representation of learning assessment, atau bentuk penilaian pemahaman dalam beragam bentuk.

            Pada akhirnya, jika siswa telah mampu menguasai bidang ilmu secara kontekstual dalam komunitas budayanya, maka komunitas budaya menjadi konteks dan kerangka berpikir untuk menerapkan beragam pengetahuan dan keterampilan ilmiah bidang ilmu sebagai alat pemecahan masalah serta alat pengembangan komunitas budayanya.

           

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1 KESIMPULAN

 

Kehidupan manusia akan selalu berkembang. Manusia senantiasa untuk selalu belajar, karena dengan belajar manusia akan mendapatkan pengetahuan yang luas yang berguna untuk dirinya. Disamping belajar manusia juga memiliki nilai-nilai luhur yang menjadi pedoman hidup dan bertingkah laku sekaligus menjadi ciri khas dirinya. Manusia selalu menjaga budaya yang telah turun temurun diberikan untuk dilestarikan. Dalam hal ini bahwa disamping manusia belajar, manusia juga berupaya menjaga budayanya dan berpedoman pada budaya dalam hidup serta bertingkah laku. Adanya trobosan baru dalam dunia pendidikan melalui strategi pendidikan berbasis budaya dapat membuat manusia sebagai manusia yang tidak hanya belajar tetapi juga mengamalkan nilai-nilai budayanya sehingga dapat mencetak generasi muda yang tidak hanya cerdas dalam akademik melainkan menjadi manusia yang berbudaya. Oleh sebab itu, pendidikan berbasis budaya ini harus dikembangkan melalui berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh guru, orang tua serta masyarakat.

 

3.2 SARAN

           

Dalam penulisan makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang yang membangun dari semua pihak, agar dapat menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca serta dunia pendidikan di Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Gering Supriyadi, 2003, Budaya Kerja Pegawai Negeri Sipil, Lembaga Administrasi

Negara, Jakarta.

M. Zainudin dan Susy Puspitasari, 2005, Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan

Tinggi, Edisi Revisi, PAU-PPAI Universitas Terbuka, Jakarta

Paulina Pannen, 2005, Pembelajaran Orang Dewasa, Edisi Revisi, PAU-PPAI

Universitas Terbuka, Jakarta

R Ibrahim dan Nana Syaodih S., 1996, Perencanaan Pengajaran, Rineka Cipta, Jakarta.

Sarbiran. Tanpa tahun. Pedoman Penelitian Tindakan Untuk Tenaga Kependidikan.

Depdikbud. Jakarta.

Soetarno, 2004, Ragam Budaya Indonesia, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga

Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi - Dirjen Dikti - Depdiknas, Jakarta.

Suciati, 2001, Motivasi dan Teori Belajar, Edisi Revisi, PAU-PPAI Universitas Terbuka,

Jakarta 2004, Pedoman Pengintegrasian Pembelajaran Berbasis Budaya dalam

Pembelajaran, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan

Ketenagaan Perguruan Tinggi - Dirjen Dikti –Depdiknas, Jakarta.

 

No comments:

Post a Comment

zona baca

Bahan Ajar Kelas 1 Tema 4 Keluargaku 3 keluarga besarku pembelajaran 4

BAHAN AJAR Tema                 : 4 Keluargaku Subtema            : 3 Keluarga Besarku Pembelajaran    : 4 Tujuan Pembelajaran Dengan ...