Saturday, January 12, 2019

Perkembangan BAHASA ANAK


Perkembangan BAHASA ANAK


Pengetahuan tentang hakikat perkembangan bahasa anak dan tahap-tahap perkembangan bahasa anak sangat penting bagi pelaksanaan pembelajaran bahasa anak. Itulah sebabnya guru SD perlu menguasai berbagai konsep yang terkait dengan perkembangan bahasa anak.

1.  Hakikat Perkembangan Bahasa Anak

Darjowidjojo (Tarigan dkk., 1998) mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa anak itu tidaklah tiba-tiba atau sekaligus, tetapi bertahap. Kemajuan kemampuan berbahasa mereka berjalan seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual, dan sosialnya. Oleh karena itu, perkembangan bahasa anak ditandai oleh keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks. Tangisan, bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana tak bermakna, dan celotehan bayi merupakan jembatan yang mefasilitasi alur perkembangan bahasa anak menuju kemampuan berbahasa yang lebih sempurna. Bagi anak, celoteh merupakan semacam latihan untuk menguasai gerak artikulatoris (alat ucap) yang lama kelamaan dikaitkan dengan kebermaknaan bentuk bunyi yang diujarkannya. 

2.  Tahap-tahap Perkembangan Bahasa Anak

1.      Tahap Pralingustik (0 – 12 bulan)
Sebelum mampu mengucapkan suatu kata, bayi mulai memperoleh bahasa ketika berumur kurang dari satu tahun. Namun pada tahap ini, bunyibunyi bahasa yang dihasilkan anak belumlah bermakna. Bunyi-bunyi itu berupa vokal atau konsonan tertentu tetapi tidak mengacu pada kata atau makna tertentu. Untuk itulah sehingga perkembangan bahasa anak pada masa ini disebut tahap pralinguistik (Tarigan, 1988; Tarigan dkk., 1998; Ellies dkk.,1989). Bahkan pada awalnya, bayi hanya mampu mengeluarkan suara yaitu tangisan. Pada umumnya orang mengatakan bahwa bila bayi yang baru lahir menangis, menandakan bahwa bayi tersebut merasa lapar, takut, atau bosan. Sebenarnya tidak hanya itu saja terjadi. Para peneliti perkembangan mengatakan bahwa lingkungan memberikan mereka halangan tentang apa yang dirasakan oleh bayi, bahkan tangisan itu sudah mempunyai nilai komunikatif. 
Bayi yang berusia 4 – 7 bulan biasanya sudah mulai mengahasilkan banyak suara baru yang menyebabkan masa ini disebut masa ekspansi (Dworetzky, 1990). Suara-suara baru itu meliputi: bisikan, menggeram, dan memekik. Setelah memasuki usia 7 – 12 bulan, ocehan bayi meningkat pesat. Sebagian bayi mulai mengucapkan suku kata dan menggandakan rangkaian kata seperti “dadada” atau “mamama”. Ini dekanal dengan masa connical.  



2.      Tahap Satu-Kata (12 – 18 bulan)
Pada masa ini, anak sudah mulai belajar menggunakan satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Satu-kata mewakili satu atau bahkan lebih frase atau kalimat. Contoh:
Ujaran anak  
Maksud
-   Juju!” (sambil memegang baju)

-   Gi!” (sambil menunjuk keluar)
-   Bum-bum  (sambil          menunjuk motor           
-   Mau memakai baju atau Ini baju saya
-   Mau pergi atau keluar
-   Itu motor atau saya mau naik motor

Kata-kata pertama yang lazim diucapkan berhubungan dengan objekobjek nyata atau perbuatan. Kata-kata yang sering diucapkan orang tua sewaktu mengajak bayinya berbicara berpotensi lebih besar menjadi kata pertama yang diucapkan si bayi. Selain itu, kata tersebut mudah bagi dia. Misalnya kata “papa” itu kan konsonan bilabial yang mudah diucapkan. Selain itu, kata-kata tersebut mengandung fonem “a  yang secara artikulasi juga mudah diucapkan (tinggal membuka mulut saja). 
Memahami makna kata yang diucapkan anak pada masa ini tidaklah mudah.  Untuk menafsirkan maksud tuturan anak harus diperhatikan aktivitas anak itu dan unsur-unsur non-linguistik lainnya seperti gerak isyarat, ekspresi, dan benda yang ditunjuk si anak. Mengapa begitu? Menurut Tarigan dkk, (1998) ada dua penyebab, yaitu sebagai berikut.
Pertama, bahasa anak masih terbatas sehingga belum memungkinkan mengekspresikan ide atau perasaannya secara lengkap. Keterbatasan berbahasanya diganti dengan ekspresi muka, gerak tubuh, atau unsur-unsur nonverbal lainnya.
Kedua, apa yang diucapkan anak adalah sesuatu yang paling menarik perhatiannya saja. Sehingga, tampa mengerti konteks ucapan anak, kita akan kesulitan untuk memahami maksud tuturannya.
Walaupun memahami makna kata yang diucapkan anak pada masa ini tidaklah mudah, tetapi komunikasi aktif dengan si anak sangat penting dilakukan. Untuk dapat berbicara, anak perlu mengetahui perbendaharaan kata yang akan disimpan di otaknya dan ini bisa didapat ketika orang tua mengajak bicara. Kalau anak jaran diajak berbicara, kata-kata yang dia dapat sangat minim sehingga penguasaan kosa kata anak juga sangat minim. Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam menghadapi anak yang memasuki usia ini adalah “jangan memakai bahasa bayi untuk anak-anak, melainkan dengan  orang dewasa.” Maksudnya, ucapkanlah dengan bahasa yang seharusnya didengar sehingga si anak juga terpacu untuk berkomunikasi dengan baik.

3.      Tahap dua-kata (18 – 24 bulan)
Pada masa ini, kebanyakan anak sudah mulai mencapai tahap kombinasi dua kata. Kata-kata yang diucapkan ketika masih tahap satu kata dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tanpa kata penunjuk, kata depan, atau bentuk-bentuk lain yang sseharusnya digunakan. Anak mulai dapat mengucapkan “Ma, pelgi”, maksudnya “Mama, saya mau pergi”. Pada tahap dua kata ini anak mulai mengenal berbagai makna kata tetapi belum dapat menggunakan bentuk bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa. Selain itu, anak belum dapat menggunkan pronomina saya, aku, kamu, dia, mereka, dan sebaginya. 


4.      Tahap banyak-kata (3 – 5 tahun)
Pada saat anak mencapai usia 3 tahun, anak semakin kaya dengan perbendaharaan kosakata. Mereka sudah mulai mampu membuat kalimat pertanyaan, penyataan negatif, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat. Terkait dengan itu, Tompkins dan Hoskisson dalam Tarigan dkk. (1998) menyatakan bahwa pada usia 3 – 4 tahun, tuturan anak mulai lebih panjang dan tatabahasanya lebih teratur. Dia tidak lagi menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga atau lebih. Pada umur 5 – 6 tahun, bahasa anak telah menyerupai bahasa orang dewasa. Sebagian besar aturan gramatika telah dikuasainya dan pola bahasa serta panjang tuturannya semakin bervariasi. Anak telah mampu menggunkan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai keperluan, termasuk bercanda atau menghibur. 
Selanjutnya, tidak berbeda jauh dengan tahapan perkembangan bahasa anak seperti yang telah diurakan, Piaget (dalam Nurhadi dan Roekhan, 1990) membagi tahap perkembangan bahasa sebagai berikut.
(1) Tahap meraban (pralinguistik) pertama pada usia 0,0 – 0,5 (2) Tahap meraban (pralinguistik) kedua: kata nonsens, pada usia 0,5 – 1,0.
(3)   Tahap linguistik I: holofrastik, kalimat satu kata, pada usia 1,0 – 2,0.
(4)   Tahap linguistik II: kalimat dua kata, pada usia 2,0 – 3,0.
(5)   Tahap linguistik III: pengembangan tata bahasa, pada usia 3,0 – 4,0.
(6)   Tahap linguistik IV: tata bahasa pradewasa, pada usia 4,0 – 5,0.
(7)   Tahap lingistik V: kompetensi penuh, pada usia 5,0.
Selain tahapan perkembangan bahasa anak seperti yang telah dipaparkan, Ross dan Roe (Zuchdi dan Budiasih, 1997) membagi fase/tahap perkembangan bahasa anak seperti berikut.



Perkiraan Umur
Tahap Perkembangan Bahasa
Kemampuan Anak
Lahir – 2 tahun
Fase Fonologis
Anak bermain dengan bunyi-bunyi bahasa mulai mengecoh sampai menyebutkan kata-kata sederhana
2 – 7 tahun
Fase Sintaktik
Anak menunjukkan kesadaran gramatis; berbicara menggunakan kalimat
7                      11
tahun
Fase Semantik
Anak dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep yang terkandung dalam kata
  



No comments:

Post a Comment

zona baca

Bahan Ajar Kelas 1 Tema 4 Keluargaku 3 keluarga besarku pembelajaran 4

BAHAN AJAR Tema                 : 4 Keluargaku Subtema            : 3 Keluarga Besarku Pembelajaran    : 4 Tujuan Pembelajaran Dengan ...